Selain itu, mereka juga mengklaim dipaksa menghadiri kelas belajar bahasa Mandarin dan propaganda partai Komunis China. Para tahanan dikawal di bawah penjagaan bersenjata ke mana pun, termasuk ke kantin, kelas, atau saat interogasi. Mereka jarang melihat sinar matahari atau memiliki akses ke luar dan berolahraga.
“Pihak berwenang China menciptakan pemandangan neraka distopia dalam skala yang mengejutkan di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnès Callamard, dilansir The Guardian, Jumat (11/6).
Callamard menegaskan kejadian ini perlu atensi publik tentang bagaimana sejumlah orang menjadi sasaran cuci otak dan penyiksaan. Amnesty menyerukan agar semua kamp yang menampung Muslim dan etnis minoritas di seluruh provinsi Xinjiang ditutup.
Mereka juga meminta PBB menyelidiki dan membawa oknum yang dicurigai melakukan kejahatan di bawah hukum internasional. Pemerintah China secara konsisten membantah semua tuduhan di Xinjiang. Mereka mengatakan kamp-kamp itu dirancang untuk menawarkan pelajaran bahasa Mandarin, dukungan pekerjaan, dan memerangi ekstremisme agama.
Laporan itu menambahkan tekanan yang meningkat pada otoritas China muncul setelah anggota parlemen Inggris mengeluarkan mosi pada April yang menyatakan China melakukan genosida terhadap orang-orang Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang.