Rabu 26 May 2021 17:40 WIB

Para Tokoh Politik Penting dalam Kongres Muhammadiyah

Pengaruh Muhammadiyah, yang awalnya bersifat lokal melampaui batasan pulau.

Para Tokoh Politik Penting dalam Kongres Muhammadiyah. Sukarno dan Agus Salim ketika diasingkan ke Prapat, Sumatra Utara.
Foto:

Bahkan, Presiden Soekarno turut menyampaikan sambutannya dalam Rapat Akbar Muktamar Muhammadiyah ke-36 ini, yang diadakan di Gubernuran Bandung pada tanggal 24 Juli 1965. Tema besar yang ia angkat adalah perihal cinta tanah air.

Dalam salah satu bagian pidatonya ia menunjukkan Muhammadiyah dan cinta tanah air tidak bisa dipisahkan. Soekarno menyebut-nyebut tentang tokoh Muhammadiyah yang dikenal sangat nasionalis, KH Mas Mansur.

Menurut Soekarno, ada tiga jenis cinta yang harus dimiliki setiap manusia, yakni cinta kepada Tuhan, cinta kepada orang tua, dan cinta tanah air. Tanah air, lanjut Soekarno, bagi umat Islam adalah amanat Tuhan yang perlu dijaga dan dibawa menuju kesejahteraan.

Soekarno percaya bahwa muktamar Muhammadiyah yang ia buka itu diselenggarakan lantaran rasa cinta tanah air warga Muhammadiyah kepada tanah air mereka, Indonesia. Kehadiran presiden pengganti Soekarno, Soeharto, dalam Muktamar Muhammadiyah di Aceh tahun 1995 merupakan salah satu peristiwa yang masih banyak dikenang warga Muhammadiyah bahkan bertahun-tahun sesudah peristiwa itu usai.

Alih-alih hanya menyampaikan selamat pada Muhammadiyah karena penyelenggaraan muktamar besar itu, Soeharto mengeluarkan pernyataan yang mengindikasikan relasinya yang dalam dengan organisasi yang muktamarnya ia buka itu. Soeharto bilang, “Tanpa tedheng aling-aling, saya ini bibit Muhammadiyah yang ditanam di bumi Indonesia; dan alhamdulillah memperoleh kepercayaan untuk memimpin pembangunan nasional. Semoga apa yang saya lakukan ini tidak mengecewakan warga Muhammadiyah”.

Mempertimbangkan konteks politik di era itu, sebagian pengamat menilai pidato ini sebenarnya merupakan upaya sang presiden untuk menarik Muhammadiyah ke bawah pengaruhnya, sama seperti yang ia lakukan pada ICMI. Apalagi mengingat salah satu intelektual Muhammadiyah, Amien Rais, telah menyuarakan perlunya pergantian pemimpin nasional atau suksesi sejak Tanwir Muhammadiyah di Surabaya dua tahun sebelumnya—sesuatu yang, walaupun kontroversial, tapi mendapat sambutan hangat muktamirin.

Walau ada berbagai interpretasi soal ini, yang jelas, ekspresi Soeharto itu merupakan satu indikasi lanjutan bahwa dari masa ke masa, para tokoh politik, baik di tingkat lokal maupun nasional, tidak bisa mengabaikan eksistensi Muhammadiyah.

-----

Sumber: Majalah SM Edisi 14 Tahun 2019

https://suaramuhammadiyah.id/2021/05/21/para-tokoh-politik-penting-dalam-kongres-muhammadiyah/?amp

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement