REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menjadi pengkhutbah shalat Idulfitri di Lapangan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta, pada Rabu (10/4/2024). Dalam khutbahnya Haedar mengatakan hakikat puasa yakni agar setiap muslim cukup seperlunya dalam makan, minum, pemenuhan kebutuhan biologis. Secala lebih luas secukupnya dan tidak berlebihan dalam urusan dunia.
"Penuhilah semua keperluan hidup itu secara tengahan (tawasuth, tawazun) dan tidak berlebihan," kata Haedar.
Ia mengatakan realitas saat ini menunjukkan, segala masalah dan penyakit kehidupan manusia sering terjadi karena sikap berlebihan, rakus, dan melampaui batas. Makan dan minum yang berlebihan menimbulkan penyakit di tubuh manusia. Penyimpangan, penyalahgunaan, korupsi, konflik, serta prahara dalam kehidupan masyarakat dan bangsa sering terjadi karena nafsu menguasai dan rebutan kepentingan yang berlebihan.
”Karena nafsu ingin menang melampui batas timbulah penghalalan segala cara dalam segala kontestasi kehidupan. Ketika menang bersikap angkuh diri tanpa rasa syukur. Ketika kalah jatuh diri dan larut dalam kekecewaan berkepanjangan tanpa sikap tawakal. Kontestasi politik, olahraga, dan kehidupan sehari-hari jika disikapi berlebihan banyak menimbulkan masalah seperti saling benci dan permusuhan yang keras dalam hubungan antarmanusia," ucap Haedar.
Menurutnya hubungan antarbangsa di ranah global menjadi gawat darurat bahkan terjadi perang karena sikap rakus suatu negara. Israel contoh negara yang sangat rakus sehingga menjadi agresor dan penjajah yang jahat.
Setelah berhasil menduduki tanah Palestina tahun 1948 dan mendirikan negara sendiri, bangsa Zionis itu agresif ingin memusnahkan bangsa dan negeri Palestina.
"Segala bentuk penjajahan di muka bumi juga lahir karena kerakusan, yang membuat negeri jajahan menderita berkepanjangan seperti dialami bangsa Indonesia ratusan tahun lamanya," ungkapnya.
Selain itu, akibat kerusakan lingkungan hidup global saat ini seperti perubahan iklim, bajir, kerusakan sumberdaya alam, dan berbagai bencana alam terjadi karena ulah tangan manusia yang melampaui batas. Allah menegaskan dalam Al-Quran, 'dhaharal-fasâdu fil-barri wal-baḫri bimâ kasabat aidin-nâsi”, artinya “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia' (QS Ar-Rum:41).
Sementara Islam mengajarkan hidup cukup hasil ikhtiar yang halal dan baik. Sebaliknya jauhi segala hal yang melampaui batas. Sikap ekstrem yang mengarah pada berlebihan (ghuluw) maupun yang mengarah pada penegasian (tafrith) dan mengurang-ngurangkan (tanqis) tidak dibenarkan oleh Ajaran Islam.
”Ketika harus bernahyu-munkar pun mesti dengan cara yang makruf atau baik; di samping dengan hikmah, edukasi yang baik, dan mujadalah yang lebih baik sejalan pendekatan dakwah yang diajarkan Allah (QS Al-Nahl: 125)," tutur Haedar.
Haedar mengajak kaum muslimin melalui puasa Ramadan dan Idul Fitri untuk membangun sikap hidup tengahan dan tidak berlebihan. Ia juga berpesan agar setiap muslim bersikap wasathiyah atau atau moderat dalam menjalani kehidupan.
"Bangun keseimbangan hidup antara ruhani dan jasmani, jiwa dan fisik, individu dan kolektif, ibadah mahdhah dan muamalah, serta antara dunia dan akhirat secara utuh, bermakna, dan bertujuan utama. Di situlah makna hidup manusia yang bermartabat mulia (fi ahsan at taqwim) yang membedakannya dengan makhluk Tuhan lainnya," kata Haedar.