Senin 24 May 2021 03:43 WIB

Haji Hisyam, Arsitek Pendidikan Muhammadiyah

Hisyam sudah terlihat sebagai pemuda cakap yang mementingkan pengajaran.

Haji Hisyam, Arsitek Pendidikan Muhammadiyah. Haji Hisyam, sang arsitek pendidikan yang menggawangi Bagian Sekolahan Muhammadiyah.
Foto:

Tahun 1930, Muhammadiyah merintis Schakelschool yang diperuntukkan bagi anak-anak lulusan Volksschool yang ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi. Pada akhir tahun 1932, Muhammadiyah memiliki 69 HIS dan 25 Schakelschool.

Hisyam adalah satu-satunya murid inti hasil didikan KH. Ahmad Dahlan yang berhasil menduduki posisi sebagai president HB Muhammadiyah. Pasca wafat K.H. Ibrahim (1934), dalam Congres Muhammadiyah ke-23 tahun 1934 di Yogyakarta, Hisyam terpilih sebagai president HB Muhammadiyah. Kepemimpinan Haji Hisyam berlangsung sejak tahun 1934-1937.

Pandangan Hisyam yang cukup kontroversial, tetapi justru menjadi kunci dari kemajuan pendidikan Muhammadiyah pada waktu itu adalah pandangan seputar penerimaan subsidi dari pemerintah kolonial untuk pengembangan sekolah-sekolah pribumi. Meskipun harus dimusuhi oleh organisasi lain (Taman Siswa, Sarekat Islam), tetapi Muhammadiyah tetap bersikap kooperatif terhadap rezim kolonial.

Jajaran Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah berpandangan bahwa menerima subsidi dari pemerintah kolonial dibolehkan, sebab pada dasarnya dana subsidi tersebut berasal dari hasil bumi dan kekayaan alam yang telah dirampas oleh kaum kolonial. Jika Muhammadiyah tidak menerima subsidi dari pemerintah, maka umat Islam akan selalu tertinggal jauh oleh umat Katolik dan Kristen yang dalam penyelenggaraan pendidikannya memanfaatkan dana subsidi dari pemerintah kolonial (Hadikusuma, tt: 49).

Bersama Djiwosewojo dan tokoh-tokoh pribumi lainnya, Hisyam mendapat anugrah bintang Ridder Orde van Oranje Nassau dari Ratu Belanda. Anugrah ini diberikan kepada para pejabat, priyayi atau orang-orang yang dianggap berjasa kepada pemerintah Belanda dan masyarakat pada waktu itu.

Namun di kalangan internal Muhammadiyah sendiri, penghargaan tersebut justru memicu kontroversi. Dalam Congres Muhammadiyah ke-26, kelompok pemuda yang terdiri dari M. Basiran, Abdul Hamid, Farid Ma’ruf, dan lain-lain, menolak kepemimpinan kelompok tua, ”Haji Hisyam”, ”Haji Mochtar”, dan ”Haji Syujak.” Ki Bagus Hadikusumo menjembatani konflik antara kubu kaum muda dan kaum tua ini.

Selain menjabat sebagai president HB Muhammadiyah, Haji Hisyam juga pernah menjabat sebagai Penghulu di kabupaten Magelang pada tahun 1937. Haji Hisyam meninggal dunia pada 20 Mei 1945.

-----

Sumber: Majalah SM Edisi 12 Tahun 2019

Link artikel asli

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement