REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mendesak pemerintah Sri Lanka mencabut aturan pemerintah Sri Lanka yang mewajibkan kremasi jenazah Muslim dengan dalih mencegah penularan Covid-19.
Ketua MUI Pusat KH Cholil Nafis mengatakan, jenazah Muslim Sri Lanka memiliki hak untuk dikubur sesuai dengan keyakinan agamanya. Proses pemakaman kremasi tersebut tentu bertentangan dengan tradisi pemakaman Islam.
“Kami mendesak pemerintah Sri lanka mencabut peraturan yang baru dikeluarkan karena alasan Covid-19 itu. Karena itu adalah hak asasi manusia untuk menjalankan ajaran agamanya,” ujar Kiai Cholil saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (15/12).
Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini pun tidak sependapat dengan pihak yang menyebutkan penguburan mayat dapat mencemari air tanah dan menyebabkan penyakit. Menurut dia, justru dengan cara dikubur akan lebih bersih.
“Dengan begitu malah tidak kotor karena ditelan oleh bumi. Sementara, dibakar pasti mengotori awan, mengotori polusi udara,” ucapnya.
Selain itu, menurut dia, jenazah yang dikubur juga lebih menghormati manusia, karena tubuhnya akan tetap utuh sampai akhirnya ditelan bumi. Karena itu, menurut dia, pemerintah Sri Lanka harus menghargai keyakinan umat Islam yang meninggal karena Covid-19.
“Saya minta dan mendesak Sri Lanka segera mencabut peraturan itu dan kembalikan hak-hak manusia untuk menjalankan ajaran agamanya sebagaimana teman-teman Buddha juga bisa melaksanakan ajaran agamanya di Indonesia,” kata Kiai Cholil.
April lalu, Sri Lanka mewajibkan kremasi bagi jenazah yang meninggal karena Covid-19, termasuk warga Muslim. Sejauh ini setidaknya ada 15 jenazah Muslim, termasuk seorang bayi berusia 20 hari yang dikremasi.
Banyak keluarga Muslim yang mengatakan mereka diintimidasi agar menyetujui kremasi, tetapi ketika mereka berdiri tegak, pihak berwenang melakukan kremasi paksa tanpa partisipasi kerabat mana pun.