REPUBLIKA.CO.ID, Sejumlah langkah telah memicu keprihatinan bahkan luapan kemarahan umat Islam. Tak hanya di Eropa, tapi juga seluruh dunia. Dalih kebebasan dianggap sebagai hal yang wajar untuk mengungkapkan ekspresi walaupun harus menyinggung perasaan umat Islam, khususnya di Eropa.
Cermati sejumlah lintasan peristiwa. Dari gambar kartun Nabi Muhammad yang dimuat di harian Denmark hingga pelarangan menara masjid dan cadar yang digunakan oleh perempuan Muslim di Prancis. Ada pula film Fitna yang dibuat oleh politikus anti-Islam, Geert Wilders.
Ada Muslim Eropa yang menanggapinya dengan kepala dingin, ada pula yang tidak. Jan Hjarpe, seorang profesor emeritus studi Islam di Lund University, Swedia Selatan, mengkhawatirkan sejumlah karya, termasuk karya seni di Eropa yang kerap kali provokatif itu.
Menurut Hjarpe, langkah provokasi melalui beragam karya seni dengan tameng kebebasan berekspresi, bisa jadi nantinya dimanfaatkan oleh kelompok Islam ekstrem. Mestinya, kata dia, masyarakat Eropa bisa menahan diri untuk tak melakukan hal semacam itu.
Hjarpe mengungkapkan, kelompok Islam esktrem tersebut memburu target, yakni orang-orang yang dianggap menghina Islam. Ini seperti yang terjadi pada seniman Swedia, Lars Vilks, yang membuat kartun Nabi Muhammad pada 2007. Lars mendapatkan ancaman pembunuhan dari sekelompok orang.
"Gambar ini hampir tak berdampak bagi komunitas Muslim di Swedia dan mereka tak melakukan ancaman. Mereka yang mengancam adalah kelompok ekstrem,'' katanya, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika dari Associated Press (AP), Senin (15/3/2012)
Tak heran jika Hjarpe berharap pada masa mendatang tak banyak lagi ungkapan seni yang berdalih kebebasan berekspresi dan memprovokasi umat Islam. Dengan demikian, kelompok ekstrem tak memanfaatkan hal ini untuk mewujudkan agenda mereka.
Vilks seakan tak peduli dengan perasaan umat Islam baik di Eropa maupun seluruh dunia dengan menggambarkan kartun Nabi Muhammad. Ia bahkan menyatakan bahwa apa yang dilakukannya merupakan sebuah ekspresi kebebasan yang mestinya tak dilarang.
Dalam sebuah wawancara dengan AP belum lama ini, Vilks mengatakan bahwa ia tak tertarik untuk menyerang Islam. Namun dalihnya, ia hanya ingin menunjukkan bahwa ia bisa membuat karya seni provokatif tentang beragam topik yang dipilihnya.
Ungkapan yang sama dilontarkan Jyllands-Posten. Surat kabar ini menyatakan bahwa dengan memuat 12 kartun Nabi Muhammad, merupakan langkah mereka untuk mempertahankan kebebasan dalam berbicara dan berpendapat.
Dalam kasus cadar di Prancis, cendekiawan Muslim, Tariq Ramadhan, saat berbicara di hadapan panel parlemen Prancis, mengatakan bahwa mestinya Prancis tak mempersoalkan masalah cadar yang dikenakan perempuan Muslim.
Lebih baik, kata dia, Prancis lebih memikirkan bagaimana Muslim bisa sepenuhnya terintegrasi. Dengan demikian, jelas Ramadhan, Pemerintah Prancis mestinya lebih fokus pada upaya menyelesaikan diskriminasi terhadap Muslim, misalnya dalam mendapatkan pekerjaan atau pendidikan.
Pengadilan negeri Sao Paulo, Brasil, melarang film anti-Islam berjudul “The Innocence of Muslims”, Selasa (25/9/2012). “YouTube diberi tenggat selama sepuluh hari untuk menarik film yang dimaksud dari lamannya,” demikian bunyi putusan pengadilan. Putusan keluar beberapa jam setelah Presiden Brasil Dilma Rousseff di sidang Majelis Umum PBB mengkritik suburnya Islamofobia di Barat.
Pihak pengadilan mengabulkan gugatan yang diajukan National Islamic Union (NIU), sebuah organisasi Muslim, ke Google Inc, perusahaan induk YouTube sebagai pihak yang menayangkan film. Mereka menilai hal itu ofensif dan melanggar hak kebebasan beragama. Sao Paulo, lokasi pengadilan berada, merupakan daerah yang dipadati imigran Timur Tengah.
Hakim Gilson Delgado Miranda dalam putusannya menyatakan, pihaknya menyandingkan kebebasan berekspresi dan keperluan melindungi hak invidu dan kelompok dari aksi yang berpotensi menyebabkan diskriminasi agama. Meski demikian, ia menyimpulkan, pihaknya melarang sesuatu yang ilegal, yang semestinya tak mengancam kebebasan berpikir dan berekspresi.
Pada 18 September 2012, kabinet Rusia menyatakan akan memblokir akses ke YouTube jika laman ini menolak menghapus film yang sama. Para jaksa telah meminta pengadilan di Moskow menetapkan “The Innocence of Muslims” sebagai materi ekstrem dan menyerang pemeluk agama. Menteri Komunikasi Nikolai Nikiforov menyatakan, akses ditutup bila Google gagal memenuhi permintaan pengadilan.
“Kedengarannya seperti gurauan, tetapi karena film ini YouTube dapat diblokir di seluruh Rusia,” jelasnya dalam akun twitter-nya. Dia menunjuk pada undang-undang media yang bakal berlaku efektif pada 1 November dan dirancang untuk melindungi kelompok minoritas dari para ekstremis dan materi berbahaya serta mengizinkan pemerintah menutup akses terhadap sebuah laman.