Sementara itu, Facebook telah membantah adanya bias terhadap partai nasionalis Hindu dan mengatakan mereka terbuka, transparan dan non-partisan. "Kami menanggapi tuduhan bias dengan sangat serius, dan ingin memperjelas kami mengecam kebencian dan kefanatikan dalam bentuk apa pun," kata ketua Facebook India, Ajit Mohan, dalam sebuah pernyataan begitu setelah kontroversi itu pecah bulan lalu.
Namun demikian, Facebook juga mengakui harus berbuat lebih baik dalam menangani ujaran kebencian. Perusahaan media sosial itu membentuk dewan pengawas tahun ini.
Dewan pengawas tersebut akan terdiri dari 40 anggota setelah memiliki staf penuh. Vincent dari Santa Clara mengatakan, dewan dibentuk untuk menangani masalah kebebasan berbicara seperti yang diangkat oleh WSJ.
"Jika tim kebijakan India meragukan kemunculan keberpihakannya sendiri, bahkan ketika untuk fanatisme anti-Muslim yang jelas dan hasutan kekerasan, Das bisa dengan mudah melepaskan kepercayaan pada dewan ini dengan meningkatkan kasus ke sana. Tetapi tidak," kata Vincent.
Hal demikian, kata Vincent, menunjukkan kepemimpinan Facebook AS telah mengambil posisi politik di India, dan merusak dewan pengawasnya sendiri. Tuduhan keberpihakan Facebook terhadap nasionalis Hindu India bukanlah pertama kalinya. Facebook dituduh diam-diam mendukung kelompok sayap kanan.
Tahun lalu, kelompok kampanye Avaaz mengatakan Facebook gagal mengendalikan 'tsunami (gelombang besar)' unggahan kebencian yang mengobarkan ketegangan etnis di negara bagian Assam di timur laut India.
Avaaz mengatakan, bahasa yang tidak manusiawi kerap menargetkan Muslim Bengali di India. Hal itu mirip dengan yang digunakan di Facebook tentang Myanmar yang sebagian besar Muslim Rohingya, sebelum terjadinya penumpasan dan kekerasan etnis oleh tentara yang memaksa 700 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh pada 2017.
Analisis pada 2019 oleh Equality Labs, sebuah organisasi penelitian Asia Selatan, menunjukkan kelompok yang berbagi konten anti-Muslim di Facebook termasuk pendukung partai Modi atau terkait dengan Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), sebuah organisasi relawan paramiliter nasionalis Hindu dan orang tua ideologis dari BJP. Ditemukan, 93 persen perkataan yang mendorong kebencian yang dilaporkan ke Facebook tidak dihapus.
Direktur eksekutif Equality Labs, Thenmozhi Soundararajan, mengatakan Facebook tidak memiliki kapasitas menghapus sendiri perkataan yang mendorong kebencian dan telah tidak jujur serta lambat bertindak.
"Mereka tidak berkeinginan menghapus pengguna yang melakukan kekerasan karena itu bertentangan dengan kepentingan bisnis mereka," kata Soundararajan kepada Associated Press.
Dia mengatakan, Facebook India harus memastikan keragaman dalam tim moderasi kontennya dan pengawasan konsumen atas konten kebencian. Platform tersebut juga mendapat kecaman di Myanmar atas ujaran kebencian yang ditujukan kepada Rohingya selama dekade terakhir.
Penyelidik dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, Facebook memainkan peran penting dalam menyebarkan ujaran kebencian yang memicu kekerasan. Dua tahun lalu, perusahaan tersebut mengakui mereka terlalu lambat untuk mengatasi masalah tersebut.
Bulan lalu di AS, seorang insinyur Facebook dilaporkan dipecat karena unggahan internal yang mengungkapkan kelompok dan individu sayap kanan di AS diberi perlakuan istimewa agar unggahan mereka tidak dihapus, meskipun melanggar aturan konten. Menurut unggahan internal yang dilihat oleh Buzz Feed, situs berita sayap kanan Breitbart, kelompok nirlaba Prager U dan pendukung Trump Diamond and Silk, adalah beberapa organisasi dan tokoh yang disukai oleh Facebook.