REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan banyak sekali problem ketika melakukan penyusunan catatan-catatan sejarah
"Bahwa sejarah harus ditulis secara otentik dengan data yang mencukupi dan membutuhkan analisis yang kuat dan tajam apa sebetulnya dibalik fakta sejarah,"ujar dia dalam kajian rutin PP Muhammadiyah. Jumat (14/8).
Menurut Sudarnoto sejarah itu tidak cukup dipahami sebagai kumpulan fakta sejarah atau dari berbagai peristiwa. Narasi juga sangat penting dalam peristiwa sejarah.
Namun fakta yang sama jika dianalisa sangat tergantung siapa yang memahami sejarah itu. "Saya sering sampaikan semua orang tahu pangeran Diponegoro melakukan perlawanan. Di mata Belanda perlawanan itu diartikan sebagai kejahatan pengkhianatan membahayakan. Jadi sangat mungkin di tangan Belanda sangat berkepentingan, secara politik maka Pangeran Diponegoro itu adalah penajahat, kalau dibaca oleh kita masyarakat indonesia bisa berbeda, Diponegoro itu adalah pahlawan,"jelas dia.
Belakangan ini masalah yang terjadi adalah bagaimana cara membaca dan memahami fakta peristiwa sejarah masa lampau, konteks dan kepentingannya, misalnya rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Di dalam penulisan sejarah saat ini belum selesai. Sudarnoto menceritakan pengalamannya menulis skripsi ketika tahun 1983.
Dia memulai melakukan riset skripsi tentang Ki Bagus Hadikusumo. Dia tidak sekadar meriset dokumen terkait beliau.
Pada masa itu di kantor Muhammadiyah susah mendapatkan dokumen penting. Ketika itu putra Ki Bagus memberikan lima karya otentik yang semua berbahasa jawa, dan satu buku kecil dengan bahasa Indonesia yakni Islam sebagai dasar negara.
Itu merupakan pidato yang disampaikan Ki Bagus saat BPUPKI yang kemudian di tulis ulang oleh anaknya diterbitkan 1952. Banyak peneliti seperti Syaifudin Anshori yang menulis tentang Piagam Jakarta merujuk pidato kecil yang telah ditulis ulang.
"Tidak banyak yang menelaah dan mengutip karyanya sebagai upaya untuk merekonstruksi gagasan Ki Bagus sejak pertama kali menulis sampai keterlibatannya dalam BPUPKI saat itu,"ujar dia.
Setelah melakukan riset tersebut dia baru mengetahui kajian ilmiah dan riset akademis Ki Bagus saat riset itu belum banyak.
Informasi peranan seorang tokoh seperti Ki Bagus pada waktu itu bertindak sebagai Ketua Muhammadiyah tidak banyak diketahui. Bukan saja Ki Bagus Hadikusumo. Pengalaman upaya Muhammadiyah mengajukan tiga tokoh sebagai pahlawan nasional, Ki bagus, Kasman Singodimedjo dan Abdul Kahar Muzakkar pun sama.
Pengajuan Kasman mengganjal karena ada catatan bahwa dia dipenjara. Saat itu Gubernur Jateng mempertanyakan tidak mungkin bisa diajukan karena seorang pahlawan nasional pernah dipenjara.
Karena penahanan seseorang itu dianggap sebagai cacat. Muhammadiyah kemudian mengajukan bukti hukum dan fakta historis dibalik penahanan itu, kemudian menurut, catatan sejarah penahanan Kasman Singodimedjo bukan tindakan kriminal tetapi perlawanan terhadap keotoriteran Soekarno.
Ini persoalan politik dan selera, menahan siapa saja yang berlawanan. Dia akan lakukan itu dan tidak hanya kasman.
Banyak tokoh yang bersebrangan dengan Soekarno mengalami nasib dengan Kasman ada yang melalui roses pengadilan dan ada yang tidak melalui pengadilan situasi politik seperti itu.
Jika tidak ada tafsir yang memadai, fakta sejarah tentang penahanan atau pemenjaraan Kasman maka nasibnya akan buruk sekali.
"Saya ingin katakan penulisan sejarah adalah elemen politik dalam merekonstruksi sejarah, terkait persoalan politik, dibaca dengan baik, terkait historical campaign, merekonstruksi sejarah secara otentik dengan data memadai, cukup alasan ruang argumentasi menjelaskan sebuah fakta,"ujar dia.
Menurut Sudarnoto saat ini bangsa sedang menghadapi perebutan sejarah, misalnya pengakuan penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Perlu adanya gerakan membangun sejarah secara baik sesuai kaidah kesejarahan dan analisis yang memadai sehingga tidak ada ruang terjadinya pengelabuan sejarah.
Kekahwatiran ini terkait RUU HIP. Kemudian merujuk pada 1 juni. Mengubur fakta histrois yang sangat penting tentang 22 Juni 1945 dibuatnya piagam jakarta dan pada 18 Agustus 1945.
Jika dibiarkan maka jika dikatakan boleh agak kasar ini disebut melakukan perampokan sejarah. Fakta kemudian dikubur untuk kepentingan politik.
Muhammadiyah memikili peran sangat besar melakukan riset sejarah yang kuat. Dengan memanfaatkan kampus besar terlibat dalam penulisan sejarah.
Kemudian beberapa ahli mengatakan dibalik ketokohan seseorang dan peran sangat penting dari tokoh gerakan Islam Muhamamdiyah kaitannya dengan maslaah kebangsaan.
Fakta-fakta sejarah perlu dibangun dalam konteks kekinian. Misalnya kritik Kasman tentang otoriter Soekarno adalah pelajaran yang berharga. Bahwa diperlukan pandangan yang sangat jujur untuk kemaslahatan bersama.