Sabtu 06 Jun 2020 04:33 WIB
Sumbangan Islam pada makanan dunia

Islam, Haji dan Kehidupan Batin Masyarakat Jawa

Islam dalam kedalaman sanubari orang Jawa

Raja Pakubuwono X ketika berkunjung ke Masjid Luar Batang 1920
Foto:

Adanya bukti dan kisah tentang ke dalam pengaruh ajaran Islam di Jawa saat ini bisa ditunjukan dalam tembang  mendiang Gombloh yang pada tahun 1977 menyanyikan tembang Jawa Pangkur Serat Wedhatama karya  KGPAA Mangkunegara IV. Tembang pangkur itu oleh Gombloh dinyanyikan dengan gaya sajian lagu 'Rock Progessif'.

Raja Mangkunegara IV ini banyak disebut sebagai bapak ‘Reinasance’ (pencerahan Jawa). Dia berhasil membangun kerajaannya dengan sangat makmur dan mempunyai budaya yang tinggi. Hal ini tentunya dengan melakukan kerja sama dengan Belanda. Di masa kini cara memerintah dan kesuksesan Mangkunegara IV di tiru habis-habisan oleh Orde Baru.

mingkar mingkuring angkoro


akarono karenan mardi siwi


sinawung resmining kidung


sinubo sinu karto

 


aduh gusti


pakartening ilmu

ingkang tumrap
 wing ing tanah Jowo

agomo ageming aji

 

sopo entuk wahyuning Allah


yo dumilah mangulang ilmu bangkit


bangkit mikat rek maukut


kukutaning jiwnggo


 

yen mangkono keno di sebut wong sepuh


liring sepuh
sepi howo


awas ngloroning ngatunggil

 

hong wilaheng sekareng bawono langgeng


sekar mayang


hong wilaheng sekareng bawono langgeng


sekar kajang

 

Artinya:


Menghindarkan diri dari angkara

Bila akan mendidik putra

Dikemas dalam keindahan syair.

Dihias agar tampak indah.

Agar tujuan ilmu luhur ini tercapai.

 

Ya Tuhan, kenyataannya, di dunia,

kenyataan dari bekerja ilmu

yang terjadi pada orang di tanah Jawa

agama itu dianut  sebagai aji (atau bisa ditermahkan agama merupakan baju yang sangat berharga).

 

Barangsiapa mendapat anugrah Allah

Akan cepat menguasai ilmu

Bangkit merebut daya

Atas kesempurnaan dirinya

Bila sudah bisa demikian

Baru ia  dapat  disebut orang tua

Artinya sepi dari nafsu kemurkaan (nafs al-muthmainnah; QS 89:27)

Dan memahami apa yang dua dalam satu (memahami makna manunggalnya kawula dan gusti)

Cikal Bakal | Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat - Kraton Jogja

  • Keterangan foto: Lukisan Kraton Mataram Islam Jogjakarta ketika pada masa awal pendiriannya.

                    

                             ******

Akhirnyai siapa yang masih percaya bahwa ajaran Islam pada orang Jawa diyakini hanya setipis kulit ari. Buktinya sangat jelas sekarang sudah bertolak belakang. Di desa-desa terpencil seperti misalnya di pedalaman Gunung Kidul hingga pedalaman Jawa bagian selatan yang selama ini dianggap sebagai sarang 'kaum abangan', ternyata begitu marak kegiatan pengajian. Para kaum perempun di sana kini hampir semuanya mengenakan jilbab ketika mengunjungi kerabat yang tengah mengadakan resepsi. Situasi ini tidak hanya terjadi di kawasan lembah dan pesisir namun sudah merasuk ke dusun yang ada di pegunungan.

Pemandangn sosial ini --tentu bagi mereka yang memahami proses perubahan masyarakat -- dan mengalaminya lansung maka itu sudah sangat terasa berbeda dengan pemandangan yang terjadi di perdesaan jawa sampai akhir tahun 1970-an. Saat itu perempuan berkonde dan memperlihatkan rambutnya yang disasak dan diselubungi ‘harnet’ sangat rajin. Nuansa Islami begitu terasa. Pemandangan masa lal kini benar-benar menghilang.

Sekali lagi, sejarawan M.C Ricklefs dalam soal ini pun mengakui bila Islam di Jawa kini sudah sangat dalam dan tidak mungkin balik lagi ke suasana sebelumnya!

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement