Adanya bukti dan kisah tentang ke dalam pengaruh ajaran Islam di Jawa saat ini bisa ditunjukan dalam tembang mendiang Gombloh yang pada tahun 1977 menyanyikan tembang Jawa Pangkur Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV. Tembang pangkur itu oleh Gombloh dinyanyikan dengan gaya sajian lagu 'Rock Progessif'.
Raja Mangkunegara IV ini banyak disebut sebagai bapak ‘Reinasance’ (pencerahan Jawa). Dia berhasil membangun kerajaannya dengan sangat makmur dan mempunyai budaya yang tinggi. Hal ini tentunya dengan melakukan kerja sama dengan Belanda. Di masa kini cara memerintah dan kesuksesan Mangkunegara IV di tiru habis-habisan oleh Orde Baru.
mingkar mingkuring angkoro
akarono karenan mardi siwi
sinawung resmining kidung
sinubo sinu karto
aduh gusti
pakartening ilmu
ingkang tumrap wing ing tanah Jowo
agomo ageming aji
sopo entuk wahyuning Allah
yo dumilah mangulang ilmu bangkit
bangkit mikat rek maukut
kukutaning jiwnggo
yen mangkono keno di sebut wong sepuh
liring sepuh sepi howo
awas ngloroning ngatunggil
hong wilaheng sekareng bawono langgeng
sekar mayang
hong wilaheng sekareng bawono langgeng
sekar kajang
Artinya:
Menghindarkan diri dari angkara
Bila akan mendidik putra
Dikemas dalam keindahan syair.
Dihias agar tampak indah.
Agar tujuan ilmu luhur ini tercapai.
Ya Tuhan, kenyataannya, di dunia,
kenyataan dari bekerja ilmu
yang terjadi pada orang di tanah Jawa
agama itu dianut sebagai aji (atau bisa ditermahkan agama merupakan baju yang sangat berharga).
Barangsiapa mendapat anugrah Allah
Akan cepat menguasai ilmu
Bangkit merebut daya
Atas kesempurnaan dirinya
Bila sudah bisa demikian
Baru ia dapat disebut orang tua
Artinya sepi dari nafsu kemurkaan (nafs al-muthmainnah; QS 89:27)
Dan memahami apa yang dua dalam satu (memahami makna manunggalnya kawula dan gusti)
- Keterangan foto: Lukisan Kraton Mataram Islam Jogjakarta ketika pada masa awal pendiriannya.
******
Akhirnyai siapa yang masih percaya bahwa ajaran Islam pada orang Jawa diyakini hanya setipis kulit ari. Buktinya sangat jelas sekarang sudah bertolak belakang. Di desa-desa terpencil seperti misalnya di pedalaman Gunung Kidul hingga pedalaman Jawa bagian selatan yang selama ini dianggap sebagai sarang 'kaum abangan', ternyata begitu marak kegiatan pengajian. Para kaum perempun di sana kini hampir semuanya mengenakan jilbab ketika mengunjungi kerabat yang tengah mengadakan resepsi. Situasi ini tidak hanya terjadi di kawasan lembah dan pesisir namun sudah merasuk ke dusun yang ada di pegunungan.
Pemandangn sosial ini --tentu bagi mereka yang memahami proses perubahan masyarakat -- dan mengalaminya lansung maka itu sudah sangat terasa berbeda dengan pemandangan yang terjadi di perdesaan jawa sampai akhir tahun 1970-an. Saat itu perempuan berkonde dan memperlihatkan rambutnya yang disasak dan diselubungi ‘harnet’ sangat rajin. Nuansa Islami begitu terasa. Pemandangan masa lal kini benar-benar menghilang.
Sekali lagi, sejarawan M.C Ricklefs dalam soal ini pun mengakui bila Islam di Jawa kini sudah sangat dalam dan tidak mungkin balik lagi ke suasana sebelumnya!