Kamis 19 Mar 2020 09:54 WIB

Shaf Sholat Berjarak Antisipasi Corona, Bagaimana Hukumnya?

Jaga jarak saat wabah corona mempengaruhi cara shalat berjamaah.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Shaf Sholat Berjarak Antisipasi Corona, Bagaimana Hukumnya? Jamaah melaksakanan shalat di Masjid Salman ITB, Bandung, Jawa Barat (17/3/2020). Pengurus Masjid Salman ITB menerapkan pemberian jarak 15 cm hingga 30 cm antarjamaah dalam saf (barisan) pada setiap salat lima waktu guna meminimalisir dan mencegah penyebaran Virus Corona atau COVID-19.(NOVRIAN ARBI/ANTARA FOTO)
Foto:

Mayoritas ulama menilai hukumnya sunnah dan ini merupakan pendapat ijma'. Namun ketika tidak dilaksanakan, fadhilah shalat berjamaah akan hilang, artinya kelebihan 25 atau 27 derajat tidak didapatkan.

Sedangkan Imam Ibnu Hazam dari mazhab Zhahiriyah memandangnya berbeda. Menurutnya, hukumnya wajib, karena Sayyiduna Umar bin Khattab dan Sayyiduna Bilal bin Rabah memukul kaki orang yang tidak meluruskan shaf. Jika itu sunnah, Ustaz ALnof mengatakan tidak boleh mengedepankan sunnah dengan menyakiti orang lain ditambah lagi dengan ancaman berat yang diantaranya adalah sebagai sebab perpecahan hati. Menurutnya, pendapat wajibnya merapatkan shaf ini dipilih juga oleh beberapa ulama hadits.

Selain anjuran merapatkan shaf, adapula anjuran merapatkan bahu dan tumit dalam shalat berjamaah. Sebagaimana Nabi SAW bersabda, "Luruskanlah shaf shalat. Shaf yang kalian buat sama seperti shaf malaikat. Rapatkan jarak antara bahu-bahu kalian, tutupilah celah-celah yang kosong, berlaku lembutlah dalam mengikuti arahan tangan saudara kalian (dengan memberikan jalan untuk mereka mengisi shaf yang kosong), jangan tinggalkan celah yang kosong untuk diisi oleh setan. Orang yang menyambungkan shaf (sehingga tidak ada celah kosong diantara saf), Allah akan menyambungkannya dengan rahmat-Nya dan orang yang memutuskan shaf (membiarkan shaf terputus), Allah akan memutuskannya dengan rahmat-Nya".

Ustaz Alnof menjelaskan, hadis ini diriwayatkan Imam Ahmad di dalam Kitab al-Musnad nomor 5724, yang berasal dari riwayat sahabat Ibnu Umar dan kedudukannya sahih. Di dalam hadits Nabi SAW yang lain dijelaskan, "Rapatkan shaf kalian, dekatkanlah satu saf dengan saf di belakangnya (jangan terpisah jauh), rapatkan leher-leher kalian (dengan merapatkan bahu), demi jiwaku yang berada dalam kuasa-Nya, sesungguhnya aku dapat melihat setan memasuki celah-celah kosong diantara shaf, seperti seekor anak kambing berbulu hitam." Hadis ini diriwayatkan Imam Abu Dawud nomor 667, dan berasal dari riwayat sahabat Anas bin Malik dan kedudukannya sahih.

photo
Jamaah melaksakanan shalat di Masjid Salman ITB, Bandung, Jawa Barat (17/3/2020). Pengurus Masjid Salman ITB menerapkan pemberian jarak 15 cm hingga 30 cm antarjamaah dalam saf (barisan) pada setiap salat lima waktu guna meminimalisir dan mencegah penyebaran Virus Corona atau COVID-19. - (NOVRIAN ARBI/ANTARA FOTO)

Dalam hal ini, Ustaz Alnof menjelaskan merapatkan bahu dan tumit dalam shalat berjamaah bermakna merapatkan saf. Menurutnya, yang dimaksud merapatkan shaf adalah merapatkannya sehingga seukuran anak kambing tidak bisa masuk diantara celah shaf. Sebagian mengatakan jaraknya kurang dari sejengkal orang dewasa. Namun demikian, ia mengatakan tidak harus terlalu berlebihan dalam merapatkan shaf seperti yang banyak dilakukan oleh kebanyakan orang-orang tidak berilmu hari ini.

Sebab, Syaikh Sholih Fauzan di dalam kitab Minhatul 'Allam mengatakan, menempelkan tumit dengan tumit sebagaimana dilakukan sebagian orang justru mengganggu orang lain. Hal itu disebut sebagai menyibukkan diri melakukan hal tidak penting dan membuat perasaan orang lain tidak enak.

"Itu terlalu sibuk dan menyibukkan orang lain yang tidak disyariatkan, banyak bergerak, setiap kembali dari sujud selalu memperhatikan hanya hal itu (saf rapat), membuat orang lain tidak nyaman karena tumitnya yang dipaksakan menempel. Perbuatan ini justru memperluas celah (renggang) ketika sujud. Ini juga mengambil posisi tempat tumit orang lain yang tidak dibenarkan," kata Ustaz Alnof.

Dai Cordofa Korea Selatan ini mengatakan perkara yang mereka lakukan ini tidak ada dalilnya dan tidak sama dengan maksud hadits riwayat sahabat Anas bin Malik. Hadits itu berbunyi, "Salah seorang diantara kami menempelkan bahunya dengan bahu orang disebelahnya begitu juga tumitnya".

Begitu juga dengan hadits riwayat sahabat Nu'man bin Basyir, "Aku melihat seseorang menempelkan tumitnya dengan tumit orang di sebelahnya, lututnya dengan lutut orang disebelahnya, kaki dengan kaki orang dim sebelahnya". Menurut Ustaz Alnof, yang dimaksudkan oleh semua hadits seperti yang dikatakan oleh al-Hafizh, yakni meluruskan shaf dengan sungguh-sungguh dan menutupi celah dengan jarak yang rapat.

Alasannya, mustahil lutut rapat dengan lutut dan merapatkan bahu dengan bahu, yang dinilai terlalu memaksakan, begitu juga kaki dengan kaki. Ucapan Syeikh Sholih Fauzan ini sangat jelas mengingkari perbuatan sebagian orang yang mengangkangkan dan membuka kakinya dengan lebar, mengejar kaki orang yang shalat di kanan dan kirinya.

Sedangkan Imam Bukhari menilai, merapatkan bahu dengan bahu dan rumit dengan tumit sehingga shaf betul-betul rapat adalah cara paling baik. Dalam kitab al-Jami' al-Sahih, Imam Bukhari membuat salah satu bab dengan judul "Bab menempelkan bahu dengan bahu dan kaki dengan kaki dalam saf shalat". Selanjutnya, beliau menyebutkan hadits riwayat sahabat Anas bin Malik dan sahabat Nu'man bin Basyir tersebut.

Sementara sebagian ulama menilai, sempurnanya merapatkan shaf ada tiga keadaan. Hal itu di antaranya, menempelkan bagian luar tepi tumit dengan tepi tumit orang di sebelahnya, menempelkan bahu dengan bahu, dan merapatkan posisi berdiri. Ustaz Alnof menambahkan, cara menempelkan bahu dan tepi tumit adalah yang paling sempurna setelahnya merapatkan salah satu antara tumit dan bahu dan terakhir sekadar merapatkan posisi berdiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement