Senin 24 Feb 2025 15:46 WIB

Shaf Shalat Perempuan Selalu di Belakang Laki-Laki, Mengapa?

Dalam shalat, hendaknya seorang Muslim selalu menjaga kekhusyukan.

Ilustrasi jamaah shalat wanita
Foto: EPA/Ben Hajan
Ilustrasi jamaah shalat wanita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak sedikit kalangan orientalis berpandangan, Islam bukanlah agama yang menghargai kaum perempuan. Posisi shalat berjamaah, yang di dalamnya perempuan selalu ditempatkan di shaf belakang, pun menjadi salah satu dalih untuk "mendukung" pendapat tersebut.

Lantas, apa sebenarnya nilai-nilai yang terkandung dalam posisi shaf perempuan dalam shalat berjamaah?

Baca Juga

Almarhum KH Ali Mustafa Yaqub dalam buku Imam Perempuan menjelaskan, dalam agama Islam shalat merupakan sebuah aktivitas yang di dalamnya seorang hamba Allah bermunajahah atau beraudiensi dengan Penciptanya. Dalam saat-saat seperti itu, perlu kekhusyukan.

Banyak hadis yang mengatur posisi kaum perempuan, dan apa yang harus mereka lakukan ketika sedang shalat dengan kaum laki-laki. Misalnya, tentang posisi wanita ketika shalat berjamaah dengan para pria.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Shaf (barisan dalam shalat) yang terbaik bagi laki-laki adalah shaf depan, dan shaf yang terburuk bagi mereka adalah shaf terakhir. Sedangkan shaf terbaik bagi kaum wanita adalah shaf yang terakhir dan yang terburuk bagi mereka adalah shaf terdepan.”

Hadis ini secara kontekstual menunjukkan, dalam konteks shalat berjamaah, dapat terdiri atas jamaah laki-laki dan perempuan. Posisi kaum perempuan berada di belakang laki-laki.

Shaf perempuan yang terdepan, bila terlalu berdekatan dengan shaf laki-laki yakni barisan yang terakhir, berpotensi memunculkan gangguan-gangguan terhadap kekhusyukan shalat. Karena itu, banyak masjid yang menggunakan tabir atau tirai sebagai pemisah antara jamaah laki-laki dan perempuan.

Meskipun kaum perempuan ada di belakang, para ulama berpendapat bahwa hal ini boleh saja. Bahkan, posisi tersebut menjauhkan kaum perempuan dari potensi gangguan-gangguan selama shalat berlangsung.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Sebagian ulama lainnya berpendapat, apabila antara laki-laki dan perempuan ada tabir pemisah sehingga laki-laki tidak dapat melihat perempuan---begitupun sebaliknya---maka ini hukumnya boleh.

Sebagai catatan, Kiai Ali menekankan, kekhusyukan dalam shalat menjadi prioritas. Ketika seorang imam melakukan kesalahan dalam shalat—misalnya—makmum laki-laki agar mengingatkannya dengan membaca tasbih (subhanallah). Artinya, pengingat itu berupa suara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement