Berbeda dengan naskah Nasihat Jihad Al-Falimbani versi arab, Naskah Nasihat li al-Muslimin wa Tadzkirat li al- Mu’minin fi Fadl al-Mujahidin fi Sabil Allah Rabb al-Alamin, ditulis oleh Al-Falimbani dengan menggunakan bahasa jawi-melayu. Dalam naskah ini Al-Falimbani secara terang-terangan menyerukan jihad untuk orang-orang Jawi /Melayu. .
Naskah ini diakui sebagai sebuah karya risalah ringkas namun sangat penting mengenai isinya. Naskah ini bercerita tentang seruan-seruan untuk berjihad di Nusantara, Strategi perang dan beberapa hal yang berkaitan dengan Jihad.
Ada beberapa kajian mengenai naskah Nasihat Muslimin yaitu dilakukan oleh Snouck Hurgonje, ia mencatat bahwa naskah ini adalah sumber utama tentang jihad dari berbagai karya mengenai Perang Aceh ketika melawan penjajah kafir Belanda. Naskah ini menjadi model dan naratif induk versi Aceh tentang imbauan dalam berjuang melawan penjajah kafir, yang dikenal secara kolektif sebagai Perang Sabil (HPS). DR
Alfian dalam disertasinya mengungkapkan bahwa ia menemukan bahwa Hikayat Perang Sabil selalu di baca di meunasah-meunasah, dayah-dayah, di rumah-rumah dan berbagai tempat lainnya, sebelum para mujahid pergi ke medan pertempuran.
Seruan jihad kepada para kaum Muslim Melayu yang ditulis Al-Falimbani tidak hanya terbatas dalam naskah saja. Ia juga tercatat menulis beberapa buah surat kepada para penguasa di Nusantara, berisi desakan untuk melakukan perang Suci melawan penjajah kafir yang ditujukan kepada para penguasa dan pangeran Jawa. Surat-suratnya ditulis menggunakan bahasa Arab, dikemudian hari diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda.
Dalam suratnya, penulis menamakn dirinya Muhamad, namun dalam teks dari terjemahan bahasa Jawa diketahui bahwa penulis adalah dikenal sebagai ulama Palembang di Mekkah, dan Drewes menyakini serta menyimpulkan bahwa orang itu adalah Al-Falimbani.
Surat pertama, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda pada 22 mei 1772 di Semarang, surat itu ditujukan untuk Hamengkubuwana I, yaitu Sultan Mataram yang sebelumnya dikenal dengan Pangeran Mangkubumi