REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Cucu pahlawan nasional, KHR As'ad Syamsul Arifin, KHR Ahmad Azaim Ibrahimy, menegaskan bahwa Islam dan seluruh ajarannya adalah cahaya.
Hal ini disampaikan Kiai Azaim saat menyampaikan tausiyah dalam kegiatan istighasah kubra di halaman Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (39/1) belum lama ini.
Dalam ceramahnya, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo ini menyampaikan secara singkat perjalanan cahaya itu sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga sampai ke nusantara.
"Cahaya itu adalah pertama diperkenalkan sebagai ismu dzat. Kemudian cahaya itu juga disandangkan kepada ismul mahbub baginda Nabi Muhammad SAW," ujar Kiai Azaim di hadapan ribuan warga NU yang mengikuti istighasah tersebut .
Kiai Azaim menjelaskan, Nabi Muhammad adalah cahaya, begitu juga dengan ajaran yang dibawanya.
Menurut dia, Nabi Muhammad telah berjuang selama 23 tahun lamanya untuk menyebarkan cahaya itu, sehingga umat Islam kini bisa menikmati cahaya itu. "Alquran adalah cahaya. Islam seluruh ajarannya adalah cahaya. Salat cahaya, puasa cahaya, zakat cahaya, haji cahaya," ucapnya.
Setelah Nabi berjuang, dakwah cahaya tersebut kemudian tersebar hingga ke seantero jazirah Arabiyah dan bahkan sudah mulai menebar ke Habasyah yang sekarang dikenal dengan Ethiopia. Akhirnya, Nabi Muhammad wafat pada usia 63 tahun dan meninggalkan umatnya.
Meskipun Nabi sudah wafat, menurut Kiai Azaim, ajaran cahaya itu tidak lantas padam. Karena, Nabi Muhammad telah menanamkan cahaya itu ke dalam dada Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan para sahabat Nabi lainnya.
"Kemudian dari generasi ke generasi cahaya itu diwariskan, ditransfer hingga sampailah ke nusantara melalui para kekasih Allah SWT, orang-orang pilihan yang ditunjuk untuk menyampaikan risalah cahaya ini," kata Kiai Azaim.
Setelah sampai di nusantara, para ulama yang membawa cahaya ajaran Islam tersebut sempat gelisah dengan munculnya kelompok yang anti terhadap tradisi dan kerap menbid'ahkan tradisi Islam yang diajarkan pada kekasih Allah.
Untuk menghadapi kelompok tersebut, akhirnya para ulama pun membentuk organisasi Jamiyah Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926.