REPUBLIKA.CO.ID, Menjaga lisan sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat. Ajaran ini tidak hanya merupakan tuntunan agama tetapi juga etika sosial yang penting untuk diperhatikan siapapun.
Orang yang tidak berhati-hati dalam berbicara adalah orang yang celaka. Lisannya kerap digunakan untuk menyakiti, sehingga membuat lawan bicaranya marah. Karena itu, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, memberikan nasihat agar tidak usah berbicara jika hal itu menyakiti orang lain.
“Salah satu ciri orang mukmin: berbicaralah baik atau diam,” kata Gus Mus seperti dikutip dalam buku “Jangan Merasa Benar Sendiri”.
Jadi, sebelum berbicara hendaknya dipikirkan terlebih dahulu. Jika sekiranya bermanfaat, maka sampaikanlah. Namun, sekiranya menyakiti orang lain, maka lebih baik diam. Rasulullah Saw juga pernah bersabda: “Dan (Allah) membenci kalian untuk qiila wa qaala.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Qiila wa Qaala menurut Imam Nawawi RA adalah asyik berbincang berbagai berita tentang seluk beluk seseorang atau ngerumpi. Perbuatan seperti itu sangat dibenci oleh Allah.
Di lain waktu, Rasulullah juga bersabda: “Seorang mukmin itu bukanlah seorang yang tha’an, pelaknat, (juga bukan) yang berkata keji dan kotor.” (HR. Bukhari).
Karena itu, hendaknya sebagai seorang mukmin bisa membawa perdamaian, menebarkan kebaikan, dan melestarikan tutur kata yang benar dan sopan, serta selalu mengajak pada kebaikan. “Beruntunglah mereka yang tahu kapan harus bicara, kapan harus diam dan selalu berusaha gar diam dan bicaranya beramanfaat,” jelas Gus Mus.