REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pernyataan Presiden RI Joko Widodo bahwa Presiden boleh memihak dan berkampanye, geger di media sosial.
Menurut Jokowi, seorang Presiden adalah pejabat publik dan pejabat politik, sehingga boleh untuk ikut berkampanye.“ Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh,” kata Jokowi.
Menurut Jokowi, Presiden pun seorang pejabat publik sekaligus pejabat politik, sehingga boleh untuk turut berkampanye. Hanya saja, tambah Jokowi, yang dilarang adalah menggunakan fasilitas negara pada saat berkampanye.
“Kita ini pejabat publik, sekaligus pejabat politik, masa gini ga boleh, berpolitik ga boleh. Itu saja yang mengatur itu, hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” kata Jokowi.
Pernyataannya ini tak elak menjadi buah bibir di media sosial. Salah satunya ulama kondang Tanah Air, yang juga pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin Leteh Rembang, Jateng, KH Ahmad Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus, sampai turut memberikan pendapatnya. Menurut Gus Mus, seorang presiden boleh saja ikut meramaikan pesta demokrasi rakyat Indonesia, asalkan, cuti terlebih dahulu.
“Boleh tapi harus cuti,” tulis Gus Mus @s.kakung yang sudah terkonfirmasi secara singkat, di unggahan media sosial narasinewsroom, yang dikutip Republika.co.id pada Rabu (24/1/2024).
Komentar Gus Mus tersebut turut dibanjiri netizen yang menganggap pernyataan orang nomer satu di Indonesia ini ‘ada-ada saja.’ Tidak sedikit juga yang memberikan isyarat, bahwa kondisi Indonesia sudah tidak baik-baik saja jika Gus Mus sudah turun gunung.
“Tanda ‘gemes’ niki mbah Yai sampai komen,” tulis emnaufal**
“Kalau mbah Yai sudah komen gini artinya situasi sudah abnormal…” tulis Nicksim**