Kamis 05 Dec 2019 07:40 WIB

Daerah Mulai Data Majelis Taklim

MUI mengimbau pemerintah yang berinisitif mendata majelis taklim.

Sejumlah anggota Badan Kontak Majelis Taklim. (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah anggota Badan Kontak Majelis Taklim. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Depok akan segera mendata dan membenahi majelis taklim di daerah tersebut. Pembenahan ini merujuk Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim.

Sejauh ini, Kanwil Kemenag mencatat ada sekira 1.000 majelis taklim yang identik dengan perkumpulan pengajian ibu-ibu yang ada di Kota Depok. "Masyarakat tidak perlu resah dengan adanya PMA tentang Majelis Taklim. Semangatnya, untuk memfasilitasi layanan publik dan pengaturan database registrasi Kemenag Kota Depok," ujar Humas Kemenag Kota Depok, Lan Setyawan, di kantor Kemenag Kota Depok, Rabu (4/12).

Baca Juga

Ia menilai, terdaftarnya majelis taklim akan memudahkan Kemenag dalam melakukan koordinasi dan pembinaan. Pembinaan yang dimaksud, yakni memberikan penyuluhan dan pembekalan materi dakwah, penguatan manajemen dan organisasi, peningkatan kompetensi pengurus, dan pemberdayaan jamaah dan lain sebagainya.

Dia menambahkan, pembinaan termasuk juga pemberian bantuan dana hibah dari pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD. "Untuk keperluan tersebut, PMA Majelis Taklim ini bisa dijadikan dasar atau payung hukumnya. Jadi, perlu ada database bagi Kemenag untuk mengetahui majelis taklim yang sudah terdaftar. Dan, memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan," tutur Lan.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok, Mahfud Anwar, mengatakan, pendataan ulang keberadaan majelis taklim merupakan hal yang baik dan patut didukung. "Untuk database, itu kan bagus. Apalagi, akan dapat dana batuan dari APBD atau APBN, tentu akan terbantu untuk menjakankan organisasi," katanya menerangkan.

Ia juga berharap dapat dilakukan pembinaan secara berkelanjutan dan diberikan dana untuk pembinaan setelah pendataan. “Setelah itu, penataan manajemen, juga diharapkan menjadi lebih baik dari sebelumnya," ujar dia.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis menekankan, majelis taklim seharusnya didaftar, bukan mendaftar seperti yang disyaratkan PMA 29/2019. "Apalagi tidak wajib, siapa yang mau capek-capek daftarin (majelis taklimnya). Jadi, (kalau) bikin aturan itu yang mengikat. Kalau enggak mengikat, enggak usah bikin peraturan," kata dia kepada Republika, Selasa (3/12).

Dia menilai, yang perlu dilakukan terhadap majelis taklim adalah pendataan dan pembinaan. "Kalau itu untuk pendanaan, kira-kira dengan mendaftar itu apakah memang bisa dilekatkan, harusnya kan dibina dulu mereka sehingga ketahuan butuhnya di mana," ujar dia.

Cholil mengatakan, sebaiknya PMA 29/2019 memang ditinjau ulang. "Semangatnya boleh untuk mengatur itu, untuk pendataan, tapi isinya masih belum bisa komprehensif. Harus disempurnakan dengan melibatkan semua unsur, majelis taklim juga, "Kan harus tahu DIM-nya (daftar inventarisasi masalah) dulu, baru itu yang kita carikan solusinya. Kalau DIM-nya belum ada, bagaimana menyelesaikannya," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna menegaskan, tidak mengetahui adanya rencana Kemenag untuk melakukan pendataan majelis taklim. "Saya belum dapat informasi. Saya juga tidak tahu berapa pastinya jumlah majelis taklim di Kota Depok karena memang keberadaan majelis taklim di bawah kewenangan Kemenag. Selama ini kami hanya membantu Kemenag untuk melakukan pendataan," kata dia.

Pengurus Majelis Taklim al-Muqorrobin di Depok, Masturoh, juga mengatakan, belum tahu adanya pendataan majelis taklim yang dilakukan Kemenag. "Majelis taklim kami hanya untuk kegiatan keagamaan lingkungan RW saja kok, jadi memang kami nggak pernah mendaftar ke Kemenag. Kalau perlu didata silakan data, nggak masalah," ujarnya.

Sedangkan, Wakil Ketua Majelis al-Istiqomah di Malang, Jawa Timur, Ustaz Bambang Sugiono, mengaku, tidak mempermasalahkan aturan yang ditetapkan Kemenag. "Ya, kalau memang itu sudah menjadi kebijakan, kan kita ikuti saja. Sebetulnya enggak sulit, kan?" kata pria yang juga ketua Majelis Taklim Sibghotalloh, Pagak, Kabupaten Malang.

Menurut Bambang, upaya pemerintah sebenarnya bertujuan dalam mengantisipasi ajaran yang tidak sesuai. Pemerintah ingin masyarakat tidak terkontaminasi berbagai macam aliran yang kurang tepat. Hal ini terutama ajaran-ajaran yang berpotensi berisi adu domba. "Jadi, insya Allah tidak (merasa dibatasi). Kalau memang ada aturan seperti itu, ya ikuti saja. Karena, yang harus dibenahi itu banyak dan jangan memperkeruh suasana," kata dia kepada Republika, Rabu (4/12).

Bambang juga mengaku tidak mempermasalahkan aturan yang mengharuskan majelis taklim untuk memasukkan data ke Kemenag. Menurut dia, proses tersebut sebenarnya tidak sulit untuk dilakukan majelis taklim manapun. Apalagi, pendataan tersebut nantinya dapat memberikan pembinaan lebih baik dari negara. “Cuma kadang enggak mau saja," ujar dia. n rusdy nurdiansyah/umar mukhtar/wilda fizriyani, ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement