Senin 02 Dec 2019 23:03 WIB

Paham: PMA Majelis Taklim Gambarkan Kegamangan Pemerintah

Tidak ada ketegasan tentang wajib tidaknya mendaftarkan majelis taklim ke Kemenag.

Rep: Umar Mukhtar, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Pengajian Majelis Taklim (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengajian Majelis Taklim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pembina Pusat Hak Asasi Manusia (Paham) Heru Susetyo menyatakan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Majelis Taklim menggambarkan kegamangan pemerintah. Sebab, sebetulnya, menurut dia, tidak ada ketegasan tentang wajib tidaknya mendaftarkan majelis taklim ke Kemenag.

"Maksudnya harus itu apa, pengambil kebijakan itu bingung, dia saja bingung apalagi kita. Diperjelas saja, kalau harus tapi enggak daftar enggak apa-apa, ya bagaimana mending enggak usah daftar. Jadi aturan ini belum tegas dan jelas akan ketentuan ini jadi jangan dilempar dulu ke masyarakat," ujar dia kepada Republika.co.id, Senin (2/12).

Baca Juga

Heru menambahkan, Kementerian Agama (Kemenag) seharusnya kerjakan hal utama sesuai tugas pokok dan fungsinya.

"Ini cenderung pemerintah melakukan pendekatan keamanan dan perlindungan. Apakah bernama pengajian, kebaktian, pelayanan agama-agama, apa pun itu, kan dilindungi, jadi biarkan saja karena itu bagian dari kebebasan berekspresi," papar dia.

Apalagi, menurut Heru, selama ini pun tidak ada hal yang sangat serius dari suatu majelis taklim itu. "Karena kalau pun yang dikhawatirkan terorisme atau radikalisme itu tidak datang dari majelis taklim," katanya.

Karena itu Heru mengungkapkan bahwa kebijakan Kemenag melaluo PMA itu tidak tepat sasaran. "Ingin mereduksi radikalisme tapi jadi salah sasaran. Ini nambah beban, enggak perlulah," ungkapnya.

Kalau pun Kemenag ingin menyalurkan bantuan dana ke majelis taklim sehingga dengan PMA itu akan menjadi mudah, Heru mempertanyakan kecukupan anggaran yang dimiliki Kemenag.

"Anggarannya kan kecil. Lebih baik jelasin dulu maunya apa. Kita sudah tenang, kalau ada kecurigaan maka tingkatkan pengawasan dari Camat, Koramil, Polsek dan BIN, jadi harus proaktif. Dan juga jangan hanya majelis taklim tapi juga kebaktian dan lain-lainnya," ucap dia.

Dalam draf PMA Majelis Taklim tersebut, Pasal 6 ayat 1 PMA ini mengatur bahwa majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kementerian Agama. Kemudian, pada poin 2 disebutkan pengajuan pendaftaran harus dilakukan secara tertulis.

Fachrul Razi menyatakan, regulasi tersebut akan memudahkan Kemenag dalam mengucurkan bantuan dana kepada majelis taklim. Sebab, menurutnya jika tidak ada regulasi yang mengatur maka tidak bisa memberikan bantuan kepada majelis taklim. Selama ini, menurutnya, belum ada payung hukum yang mengatur tentang majelis taklim di Indonesia.

"Peraturan majelis taklim dibuat supaya kita mudah ngasih bantuan ke mereka. Kalau enggak ada dasar hukumnya kita tidak bisa ngasih bantuan," ujar Fachrul.

 

Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag, Juraidi, mengatakan, Kemenag mengeluarkan PMA tentang Majelis Taklim untuk memperkuat pemahaman dan pengamalan ajaran Islam yang rahmatal lil alamin. Majelis Taklim juga perlu diatur untuk membentengi masyarakat dari paham-paham radikal.

"Ini sekaligus untuk membentengi masyarakat dari paham keagamaan yang bermasalah seperti radikalisme agama, paham intoleran, dan seterusnya," ujar Juraidi saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (30/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement