Selasa 29 Oct 2019 19:00 WIB

Ribuan Muslim Masuk Daftar World-Check tanpa Alasan Kuat

Ribuan nama Muslim tersebut masuk dalam pengawasan dunia.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan / Red: Nashih Nashrullah
Islamofobia (ilustrasi)
Foto: Bosh Fawstin
Islamofobia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah individu dan institusi Muslim tanpa bukti kesalahan, saat ini tercatat di basis data World-Check. Catatan tersebut merupakan basis data yang berisiko secara potensial, dalam pengelolaan berbagai identifikasinya.  

Lebih lanjut, World-Check merupakan basis data yang digunakan bank secara global untuk membantu identifikasi seperti pengelolaan risiko. Baik itu berupa keuangan, peraturan, dan reputasi bagi perusahaan besar.  

Baca Juga

Penyelidik Ma Khafia Aazam dari al-Jazirah (Tip of the Iceberg), saat ini juga diketahui telah mendapatkan database tersebut. Di mana, di dalamnya berisi lebih dari tiga juta nama, termasuk sumber dan kejahatan keuangannya, bahkan tuduhan terorisme.  

Laporan investigasi itu mengungkapkan bahwa basis data telah mengandalkan "daftar terorisme". Utamanya yang dikeluarkan oleh negara-negara seperti Israel, Uni Emirat Arab, dan Mesir tanpa verifikasi terlebih dahulu.  

Orang-orang yang namanya dicatatkan dalam basis data World-Check, juga diwakili firma hukum, salah satunya firma dari Farooq Bajwa. Menurut Aazam, pencatatan tersebut belum dilakukan secara menyeluruh, di mana tidak ada verifikasi di dalamnya. 

"Pencatatan itu, kadang-kadang hanya mengandalkan mesin pencari internet dan daftar yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai sumber untuk daftar mereka," Ujar dia seperti dilansir al-Jazirah, Selasa (29/10). 

Sementara itu, mantan penasihat World-Check, Kenneth Rijock menanggapinya, bahwa basis data dari orang-orang yang sangat berbahaya, harus bergantung pada sumber terbuka seperti artikel surat kabar dan tuntutan hukum. 

Lebih jauh, ketika ditanya tujuan utama dan sumber yang digunakan, manajemen mereka menjawab, bahwa peran utama mereka adalah memerangi kejahatan keuangan. Mereka menampik bahwa daftar nama itu bersifat rahasia, dan menjelaskan bahwa individu memiliki hak untuk meminta salinan data mereka serta menanyakan status mereka dalam daftar. 

Lebih jauh, basis data juga digunakan untuk menjadi bagian dari Thomson Reuters Financial & Risk, sebelum saham mayoritas dalam bisnisnya dijual ke Grup Blackstone pada Oktober 2018. Hingga kemudian bisnis ini berganti nama menjadi Refinitiv. 

Pada awalnya, pembuatan basis data itu, bertujuan untuk mengurangi risiko keuangan bagi perusahaan. Namun, World-Check menyatakan bahwa 49 dari 50 bank terbesar di dunia, menggunakan database, yang menunjukkan bahwa ada dominasi pasar di dalamnya.  

Aazam menambahkan, sekitar 25 ribu nama masuk ke daftar hitam setiap bulannya. Hal tersebut juga ditegaskan pengacara Inggris yang telah mewakili orang-orang di daftar tersebut, dalam pengadilan di Inggris, di mana, ratusan ribu nama Muslim, masuk ke daftar tersebut, terutama ke dalam daftar terorisme.  

Dalam analisis mereka terhadap database, tim program mengungkapkan bahwa World-Check mengandalkan bank internasional dan agen intelijen dari berbagai negara. Termasuk daftar yang dikeluarkan pemerintah Arab, tanpa memperhitungkan tingkat kebebasan atau demokrasi di negara-negara ini. 

Basis data juga menggunakan informasi dari "pers kuning" di beberapa negara. Di mana Israel menjadi yang paling menonjol. Dalam daftar itu bukan hanya ada warga biasa, melainkan juga mantan pemain sepak bola Mesir, Mohamed Aboutrika yang dicatatkan sebagai teroris. 

Hal tersebut, hanya didasarkan pada berita yang dipublikasikan di situs web yang dikelola pemerintah Mesir. Selama bertahun-tahun, beberapa tuntutan hukum telah diajukan terhadap World-Check. Bahkan, pada 2014, pihak Masjid Finsbury Park di London, merasa terkejut ketika rekening banknya dibekukan dengan alasan "mendukung terorisme". 

Lebih lanjut, mereka diketahui telah menggugat World-Check, yang kemudian mengeluarkan permintaan maaf dan mencabut nama masjid dari daftar itu. 

Selain itu, Palestinian Return Centre (PRC) yang berbasis di London juga ditempatkan dalam daftar. Namun, setelah gugatan oleh pusat, penyelesaian dilakukan Thomson Reuters, yang telah mengakuisisi World-Check pada 2005.

 

x

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement