Selasa 08 Oct 2019 04:00 WIB

Yayasan Assunnah Cirebon Jelaskan Sumber Dana dan Kurikulum

Assunnah Cirebon menerima donasi dari donatur lokal.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Yayasan Assunnah Cirebon
Foto: Republika/Andrian Saputra
Yayasan Assunnah Cirebon

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Yayasan Assunnah Cirebon menampik tuduhan bahwa Yayasan Assunnah menerima kucuran pendanaan radikalisme di Indonesia dari donator-donatur di Arab Saudi. 

Sekretaris Yayasan Assunnah Cirebon, Hilmi Sodiki mengatakan sejak Yayasan Assunah berdiri pembangunan mulai dari pesantren Assunah hingga lembaga formal murni didanai para donator yakni warga Cirebon dan sekitarnya. 

Baca Juga

Di antara donator yang paling berjasa terhadap berdirinya Assunah Cirebon yakni Sukarjo salah seorang pensiunan pegawai di Cirebon. 

“Sebagian besar asset Assunah itu donasi oleh orang-orang lokal Cirebon, investor terbesar itu pak Sukarjo. Kemudian selebihnya kita galang donasi dari jamaah untuk pembangunan. Kami juga menjadi penerima bantuan program dari pemerintah, boleh dicek,” tutur Hilmi saat berbincang dengan Republika,co.id pada Senin (7/10).

Hilmi pun membantah tuduhan bahwa Assunnah mengajarkan radikalisme. Hilmi menjelaskan dalam pelaksanaan pendidikan, Assunnah menginduk pada aturan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Bahkan menurut Hilmi, Assunnah justru rutin memberikan penyuluhan tentang bahaya radikalisasi. “Kurikulum kami silakan bisa dicek. Kami satu pandangan dengan yang lainnya tentang NKRI, Pancasila, tak ada masalah dengan itu,” kata dia. 

Tak hanya itu, pihaknya mempunyai prinsip mendemo pemerintah yang sah dilarang, apalagi melakukan makar. “Kami punya badan hukum resmi, kami taat pada pemerintah, taat pada negara. Kalau dikatakan menerima dana untuk radikalisme, saya katakan tidak benar,” katanya. 

Dia menyayangkan pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU, KH Said Aqil Siroj yang menyebut Assunnah Cirebon menjadi salah satu yayasan yang menerima kucuran pendanaan radikalisme di Indonesia yang berasal dari donator di Arab Saudi.  

Menurut Hilmi pernyataan semacam itu memang bukan kali pertama dituduhkan Kiai Said kepada Assunah. Pernyataan serupa juga pernah diucapkan beberapa tahun lalu, namun menurut Hilmi pernyataan Said Aqil tersebut terdapat banyak ketidaksesuaian. 

“Beliau menyebut tentang Assunah itu keliru semua, disebut letaknya di Kanggraksan padahal di sini kecamatannya Kesambi. (katanya) pendirinya itu Salim Bajri, padahal Salim Bajri itu tidak ada kaitan sama sekali dengan Assunnah yang mendirikan Assunah itu Usyaz Ali Hijroh. Kemudian (kata Said Aqil) ketua Yayasannya Yusuf Bisak, padahal tak pernah jadi pengurus atau pun ketua. Yusuf Baisak tak pernah terlibat di Assunnah,” tutur Hilmi. 

Sebelumnya KH Said Aqil Siroj mengklarifikasi kabar pendanaan radikalisme di Indonesia yang diduga berasal dari Arab Saudi. Said mengafirmasi apa yang disampaikan mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Mahfudh MD, benar adanya. Aliran dana yang berasal dari wilayah Arab Saudi mengalir ke Indonesia dengan gencar sejak 1980-an.

Tetapi Said menegaskan bahwa aliran dana tersebut bukan berasal dari pemerintah resmi Arab Saudi. Tetapi bisa jadi dari masyarakat atau donator yang barangkali tidak tahu-menahu peruntukkan kucuran dana itu untuk mendanai penyebaran Wahabisme di masjid dan sejumlah yayasan. 

Kepada Republika.co.id di Jakarta, Rabu (11/9), Said  mengatakan ada sekitar 1.800 masjid dan yayasan yang telah menikmati dana tersebut. Di antaranya adalah Yayasan As-Sunnah di Cirebon, Jawa Barat. “Sangat deras aliran dana dari Saudi, bukan dari pemerintah resmi,” katanya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement