REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah peneliti di Badan Penelitian, Pengembangan, dan Pendidikan Kilat Kementerian Agama (Kemenag) dinilai belum mencapai angka yang ideal. Hal itu diungkapkan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Prof Abdurrahman Mas'ud. Menurut dia, untuk menutupi kekurangan tersebut, pihaknya bekerja sama dengan peneliti dari lembaga-lembaga lain dan perseorangan.
Untuk mengatasi kurangnya jumlah peneliti di lingkungan Kemenag, pihaknya mengakui menggencarkan kerja sama dengan berbagai pihak. Hal itu supaya penelitian terkait keagamaan di Indonesia, khususnya yang melibatkan Kemenag, terus berjalan. Hasil penelitian biasanya dipakai untuk rujukan dalam menentukan suatu kebijakan.
"Jumlah peneliti belum saya hitung, tapi yang jelas kurang. Oleh karena kurang itulah, kita selalu kerja sama dengan lembaga lain yang profesional, juga kerja sama dengan perseorangan sehingga kita terbuka," kata Abdurrahman kepada Republika.co.id usai acara seminar dan diseminasi hasil penelitian tahun 2019 di Hotel Horison, Bogor, Jawa Barat, Selasa (6/8).
Ia menjelaskan, upaya-upaya kerja sama juga dilakukan untuk menemukan orang-orang yang kompeten dari luar Kemenag dalam melakukan berbagai penelitian terkait keagamaan.
Kurang Dukungan
Abdurrahman mengakui, secara umum peneliti di Indonesisa kurang memeroleh dukungan. Apresiasi kepada para peneliti di Tanah Air dinilai masih sangat kurang, termasuk dalam kaitannya dengan anggaran. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, dukungan terhadap kalangan peneliti di Indonesia disebutnya belum seberapa.
"Karena dari sisi anggaran kurang, rekrutmen peneliti jadi belum ideal, apalagi ada moratorium dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sehingga tidak ada peneliti baru lagi, padahal peneliti banyak yang telah meninggal atau belum ada yang baru," papar dia.
Adapun acara seminar dan diseminasi hasil penelitian ini menunjukkan apresiasi Kemenag kepada para peneliti, khususnya sepanjang tahun 2019. Abdurrahman memastikan, hasil penelitian mereka 100 persen akan menjadi rujukan untuk pengambilan kebijakan-kebijakan. Sebab, penelitian yang mereka lakukan sesuai dengan tugas, fungsi, visi, dan misi Kemenag.
Berbagai topik penelitian yang dipaparkan dalam kegiatan ini, antara lain, tentang pelayanan keagamaan, diklat, pemanfaatan sistem informasi, dan pendidikan. "Pada tahun ini, ambisi kami semua hasil kelitbangan kami 100 persen dipakai semua," kata Abdurrahman.
Diatur PMA
Ia mengungkapkan, terdapat peraturan menteri agama (PMA) yang akan mengatur agar hasil penelitian Badan Litbang dan Diklat Kemenag menjadi rujukan dalam mengambil suatu kebijakan. PMA tersebut akan diterbitkan pada tahun ini, kendati Abdurrahman tak menyebut waktu pastinya.
Di samping itu, semua hasil penelitian sudah dijamin berkualitas secara akademis sehingga hasilnya layak dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai rujukan.
Hal senada disinggung Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Kemenag, Muhammad Zain. Menurut dia, adanya PMA itu akan membuat hasil penelitian tidak berhenti di lorong sunyi perpustakaan. Sebab, hasil penelitian tersebut benar-benar difungsikan sebagai rujukan dalam pengambilan kebijakan.
"Hasil penelitian tidak berhenti di meja peneliti tapi menjadi sebuah tulisan dan menjadi rekomendasi kebijakan ke (untuk) direktorat jenderal dan menteri, hasil penelitian kalau diterapkan akan meningkatkan kualitas dan literasi," ujarnya.
Zain juga menyampaikan, pihaknya sedang membuat catatan dan rekomendasi yang sangat singkat dari hasil penelitian. Sehingga catatan dan rekomendasi tersebut bisa dibaca dalam waktu lima menit. Sehingga para pejabat dan publik bisa membaca hasil penelitian dengan mudah.