Ahad 28 Apr 2019 17:19 WIB

Bolehkah Percaya pada Kesialan?

Firaun dan pengikutnya pernah menuding Musa sebagai pembawa sial.

Takwa (ilustrasi).
Foto:

Mufti Agung al-Azhar, Mesir, Prof Dr Ali Jum'ah Muhammad, mengatakan, anggapan adanya pertanda buruk pada sesuatu ada lah salah satu tradisi kaum jahiliyah. Tradisi ini dihapuskan dan terlarang di dalam Islam.

Tak kurang, Firaun dan peng ikutnya pernah menuding Musa sebagai pembawa sial. Tudingan itu disampaikan saat Allah mencabut kebaikan berupa kesuburan, kelapangan, dan kesehatan. Saat itu, Mesir dilanda musim ke marau yang panjang. Paceklik ter jadi dan tumbuh-tumbuhan tak mau menghasilkan pangan.

Padahal, dahulu mereka hidup dalam kemakmuran. Firaun lantas menuduh musibah itu disebabkan Musa. Allah pun berfirman bahwa kesialan yang mereka alami merupakan ketetapan dari Allah. Sedangkan, banyak di an tara mereka yang tidak mengetahui (QS al-Araf [7] 130-131).

Pada zaman jahiliyah, masyarakat Makkah menganggap datangnya burung malam atau ka dang disebut burung hantu se bagai penanda sial. Sebagian orang berkeyakinan kalau ru mah nya didatangi burung tersebut, ada salah seorang dari peng huninya yang akan wafat.

Pada masa Rasulullah SAW hidup, ada sebagian orang yang berkeyakinan bahwa bulan Safar sebagai bulan kedua tahun Hijriyah ada lah bulan sial dan penuh bala. Aca ra bepergian serta aktivitas pun dibatalkan karena mitos ini.

Mitos juga terjadi bahwa pada Rabu terakhir di bulan Shafar, di turunkan 320 ribu bala. Bahkan, ada yang menyebarkan hadis pal su tentang bulan Shafar, yakni, "Barang siapa yang bergembira dengan keluarnya bulan Shafar, maka aku akan berikan kabar gem bira dengan surga."

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement