Kamis 28 Mar 2019 17:15 WIB

Dinamika Sejarah Kesultanan Kutai

Kutai menghadapi dominasi beberapa kerajaan tetangga, meski seiman.

Salah satu peninggalan Kesultanan Kutai Kartanegara
Foto: kaltim.go.id
Salah satu peninggalan Kesultanan Kutai Kartanegara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengaruh Islam di Kutai diduga bermula sejak ekspansi Kerajaan Banjarmasin, yakni pasca-lunturnya pengaruh Imperium Majapahit di negeri-negeri luar Jawa. Namun, geliat dakwah Islam sesungguhnya dapat dilacak sejak penyebaran dakwah oleh para mubaligh asal Sumatra. Mereka itu juga berjasa dalam menyampaikan agama ini ke Sulawesi.

Dua orang di antaranya, Datuk Dibandang dan Datuk Ditiro, berhasil menyiarkan Islam di sejumlah kerajaan di Sulawesi Selatan. Mereka kemudian beranjak dari Makassar ke Kutai pada akhir abad ke-16 dengan misi menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Raja Kutai, Mahkota, menerima dua dai tersebut dengan baik dan pada 1605 memeluk agama Islam. Demikian keterangan dari Ramli Nawawi dkk dalam buku Salasilah Kutai.

Baca Juga

Seperti halnya kerajaan-kerajaan di muara sungai, Kutai juga memiliki pelabuhan yang ramai dengan para pedagang yang berasal dari pelbagai suku bangsa. Orang-orang Cina, India, dan Bugis kerap menjadikan Kutai sebagai pangkalan tempat memperdagangkan pelbagai komoditas setidaknya sejak abad ke-10.

Berdasarkan fakta ini, beberapa sejarawan menduga Islam telah masuk ke lingkungan Kutai jauh sebelum masa Raja Mahkota. Bahkan, raja ketiga Kutai Kertanegara yang bernama Maharaja Sultan jelas menandakan pengaruh Islam. Penguasa ini memerintah pada periode 1370-1420.

Lepas dari perdebatan siapakah penguasa Kutai pertama yang memeluk Islam, dakwah agama ini berkembang pesat sejak era Raja Mahkota. Begitu menjadi Muslim, dia memerintahkan pembangunan masjid sebagai pusat penyebaran Islam di Kutai. Dia mendidik putranya, Aji Batara Agung Paduka Nirta, untuk menjadi pengikut Islam yang taat.

Sejak 1620, Kerajaan Kutai Kertanegara berada di bawah kendali Kesultanan Makassar. Saat itu, Makassar merupakan saingan Kerajaan Banjar yang bersekutu dengan Kompeni Belanda (VOC). Pada 1635, Kutai berhasil direbut Banjar. Namun, tiga tahun berikutnya rivalitas antara Banjar dan Makassar mulai menenggang. Bahkan, Banjar berkenan meminjamkan sebagian wilayah Kutai kepada raja Gowa dari Makassar untuk daerah perniagaan.

Setelah Perjanjian Bongaya 1667, Gowa menderita kekalahan telak dari Kompeni. Akan tetapi, para pelaut dan pedagang Makassar telah meramaikan Kutai dan berinteraksi dengan penduduk setempat. Pada permulaan abad ke-18, para pendatang asal Bugis Wajo mulai tiba di Kutai. Mereka dipimpin La Mohang Daeng Mangkona yang kelak pengikut La Maddukelleng.

Raja Kutai memberikan izin kepada orang-orang Bugis ini untuk mendirikan permukiman di Kutai, meski terbatas di muara Sungai Mahakam. Permukiman mereka ini terletak di antara dua dataran rendah setempat. Mereka menamakannya Sama Rendah. Kelak, daerah ini lebih dikenal sebagai Samarinda.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement