REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kekuasaan Turki Utsmaniyah, Kota Vrhbosna (kini Sarajevo) menjadi pusat politik, pendidikan, dan budaya masyarakat. Puluhan masjid dan ratusan sekolah umum dibangun.
Menjelang pertengahan tahun 1500-an, Vrhbosna sudah dilengkapi tata kota yang baik, dengan sistem irigasi, fasilitas kesehatan publik, dan berbagai destinasi wisata. Di masa inilah, kota tersebut berubah namanya menjadi Sarajevo. Nama itu diambil dari bahasa Turki, saraj (‘istana’) dan ovas (‘tanah terbuka’). Barangkali, hal itu berkait dengan banyaknya istana dengan area terbuka di sekitarnya di sana.
Memasuki era 1700-an, kendali Istanbul atas Bosnia-Herzegovina mulai menyusut. Hal itu seiring dengan menurunnya simpati warga setempat, bahkan termasuk kaum Muslim Bosnia.
Mereka memandang rezim Utsmaniyah mengabaikan kepentingan umum setempat. Memang, hingga dasawarsa 1800-an Bosnia-Herzegovina cenderung tertinggal bila dibandingkan dengan tetangganya: Kroasia yang dikuasai Wangsa Hapsburg dan Serbia yang telah independen.
Sementara mayoritas rakyat Bosnia-Herzegovina hidup dalam kemiskinan. Ketimpangan antara si kaya dan si papa kian melebar. Sebagai informasi, seantero Eropa saat itu mulai terpacu Revolusi Industri. Semenanjung Balkan, khususnya Bosnia, belum begitu tersentuh oleh fenomena itu.
Bosnia-Herzegovina menjadi rentan campur tangan asing. Pada 1875, kelompok petani Kristen di Herzegovina memberontak terhadap para tuan-tanah Muslim.
Namun, pasukan Utsmaniyah dapat memadamkan pemberontakan itu, yang belakangan diketahui atas dukungan Serbia. Sementara itu, kesultanan tersebut mesti menghadapi tantangan eksternal. Aliansi Serbia dan Montenegro mengumumkan perang terhadap Utsmaniyah pada 1876. Satu tahun kemudian, Rusia melakukan hal yang sama.
Baca juga: Mulanya Dakwah Islam di Bosnia-Herzegovina (4)
Namun, langkah Rusia ini menimbulkan kecurigaan dari imperium Eropa daratan. Usai perang Rusia-Turki pada 1878, kongres digelar di Berlin, Jerman. Hadirin terdiri atas wakil-wakil imperium besar Eropa, seperti Rusia, Inggris Raya, Prancis, Austria-Hongaria, Italia, Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah.
Mereka menyepakati pembagian kekuasaan di Semenanjung Balkan. Bosnia-Herzegovina saat itu berada di bawah hegemoni Austria-Hongaria, meskipun secara legal termasuk Utsmaniyah.
Sekelompok umat Islam Bosnia kemudian memberontak terhadap keputusan ini, tetapi cepat dipatahkan kekuatan militer Austria-Hongaria.
Baca juga: Mulanya Dakwah Islam di Bosnia-Herzegovina (1)