Rabu 13 Feb 2019 12:57 WIB

Menjadi Imam Shalat, Apa Syaratnya?

Imam menjadi unsur utama dalam shalat jamaah.

Jamaah Masjid JIC melakukan shalat berjamaah.
Foto: Dok JIC
Jamaah Masjid JIC melakukan shalat berjamaah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Begitu banyak keutamaan shalat berjamaah yang tertuang baik dalam nash Al qur an ataupun hadis. Ke utamaannya disertai dengan betapa rugi orangorang yang mengabaikan shalat berjamaah. Tidak kurang, Rasulullah bersabda jika Allah Taala akan mengampuni segala dosa pelaku shalat jamaah.

Rasulullah selalu melakukan shalat jamaah, baik dalam keadaan musafir, mu kim, dalam keadaan ketakutan, maupun ke tika situasi normal. Nabi yang mulia pun tak memberi keringanan saat Abdullah bin Ummi Maktum, sahabat yang buta meminta untuk bisa shalat di rumah. Selama mendengar suara azan, setiap Muslim di wa jibkan untuk menunaikan shalat berjamaah.

Dalam kitab Al Umm, Imam Syafii men jelaskan, shalat jamaah adalah ketika beberapa orang melaksanakan shalat di pimpin seorang imam. Ketika salah seorang dari sekumpulan orang memimpin shalat me reka, itulah yang disebut shalat jamaah. Menurut Imam Syafii, semakin besar jamaah yang dipimpin seorang imam maka lebih mustahab (dianjurkan) dan lebih dekat dengan keutamaan.

Imam menjadi unsur utama dalam sha lat jamaah. Menjadi imam bisa diminta orang lain atau mengajukan diri. Menurut Imam Syafii, hal tersebut dibenarkan meski tanpa perintah wali yang biasa me mimpin shalat. Ketentuan ini berlaku untuk shalat Jumat, shalat wajib dan shalat sunah ketika penduduk satu negeri jika tidak ada kehadiran wali (pemimpin).

Menurut Imam Syafii, seorang wali merupakan pihak yang paling berhak untuk menjadi imam shalat. Jika seorang wali memasuki suatu negeri yang dipimpinnya, lalu dia dan orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya sudah berkumpul, walilah yang paling berhak menjadi imam. Tidak boleh seorang pun yang boleh maju memimpin shalat ketika penguasa ada, baik dalam shalat wajib, shalat sunah maupun shalat hari raya. Namun, jika seorang wali menunjuk seseorang sebagai imam, hal itu dibolehkan. Karena orang yang ditunjuk itu memimpin shalat atas mandat yang diberikan oleh wali.

Selain itu, hadis yang bersumber dari Amr bin Salamah mengungkapkan jikalau imam shalat merupakan orang yang tertua. Ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang bersumber dari hadis Malik bin al-Hu wairits, "Jika kalian keluar, kumandang kanlah azan lalu kumandangkanlah iqa mah kemudian hendaklah yang tertua diantara kalian menjadi imam."

Meski demikian, dalam hadis lain yang bersumber dari Amr bin Salamah terung kap jika imam pun diutamakan orang de ngan hafalan Alquran yang banyak. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari disebutkan hal tersebut".. Jika shalat telah tiba, hendaklah salah seorang diantara ka lian mengumandangkan azan dan hendaklah yang paling banyak hafalan Alquran nya di antara kalian mengimami kalian."

Hanya, dalam hadis ini pun terungkap jikalau anak-anak pun bisa menjadi imam jika lebih banyak memiliki hafalan Al quran. "Mereka pun memandang, tidak ada seorang pun yang lebih banyak hafalan Alquran melebihi aku karena aku mempelajarinya dari para pengendara. Mereka pun mengajukan diriku di hadapan mere ka, sedangkan pada saat itu aku berusia enam atau tujuh tahun."

Meski ada pendapat yang mengatakan jikalau anak kecil tidak boleh menjadi imam, Dr Said bin Ali bin Wahf al Qaht hani dalam Ensiklopedi Shalat Menurut Alquran dan Sunnah menjelaskan bahwa anak kecil boleh menjadi imam selama dia berakal dan mumayiz (mampu membedakan baik dan buruk).

Uniknya, seorang imam yang memiliki banyak hafalan Alquran tidak otomatis mewajibkan dia untuk membaca ayat-ayat panjang ketika memimpin shalat. Rasulullah bahkan memendekkan bacaan Alquran ketika menjadi imam. Hadis yang bersumber dari

Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Malik mengatakan, "Apa bila seorang dari kalian shalat me mimpin orang banyak, maka hendaklah dia meri ngankan. Karena sesungguhnya di tengah mereka ada orang sakit dan orang lemah. Apabila dia shalat sendirian, maka silakan dia memanjangkan semaunya."

Selain itu, lelaki wajib menjadi imam shalat jikalau berada bersama perempuan. Hadis dari Anas, Nabi SAW pernah masuk menemui Anas, ibunya serta Ummu Ha ram, bibi Anas. Lantas Nabi bersabda, ber dirilah kalian karena aku akan shalat ber sama kalian. Shalat itu dikerjakan di luar waktu shalat wajib. Beliau pun mengerjakan shalat bersama mereka. Beliau menempatkan Anas berada di sebelah kanan beliau dan menempatkan kaum perempuan di belakang mereka.

Hukum pokok menetapkan sahnya sha lat berjamaah yang dilaksanakan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, sebagaimana sahnya shalat jamaah yang dila kukan seorang lelaki dengan lelaki. Kecuali jika perempuan itu bukan mahram dan sen dirian di tengah lelaki serta tidak ada orang lain. Pada saat itu, diharamkan bagi nya meng imami perempuan tersebut.

"Jangan lah salah seorang diantara kalian ber kha lawat (berduaan) dengan seorang pe rem puan kecuali dengan muhrim." (HR Bu khari Muslim). Wallahu a'lam.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement