Senin 04 Feb 2019 18:49 WIB

MUI Minta Polemik Doa Mbah Maimoen Dihentikan

Doa adalah ritual sakral dan tak etis untuk bahan ejekan dan konsumsi politik praktis

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi.
Foto: Republika/Fuji E Permana
Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Doa pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, KH Maimoen Zubair beberapa waktu lalu  ramai menjadi perbincangan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masyarakat tidak lagi menjadikan kesalahan ucap dalam doa tersebut sebagai bahan olok-olok. 

“MUI mengajak semua pihak untuk tidak menjadikan nilai-nilai ritual keagamaan seperti doa dijadikan sebagai bahan olok-olok, ejekan dan untuk konsumsi kepentingan politik praktis,” kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (4/2). 

Doa kata dia, dalam ajaran agama menempati tempat yang sangat khusus dan memiliki nilai ritual keagamaan yang sangat tinggi. Karena itu, jika masih ada yang mengolok-olok. Apalagi menyeret dalam politik praktis menurutnya perbuatan tersebut jauh dari akhlak Islam dan tidak mencerminkan sebagai manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, kesantunan, dan keadaban dalam beragama.  

“Doa dalam ajaran agama menempati tempat yang sangat khusus dan memiliki nilai ritual keagamaan yang sangat tinggi, karena doa mengandung nilai-nilai transendental yang langsung berhubungan dengan Sang Khaliq, Tuhan Yang Maha Esa,” tegas Zainut. 

MUI meminta kepada semua pihak untuk menghentikan polemik masalah salah ucap doa atau sabqul lisan yang dibacakan KH Maimoen Zubair. Apalagi Mbah Moen, menurut dia, merupakan seorang ulama sepuh yang sangat dihormati dan dimuliakan bukan saja oleh jutaan santrinya tetapi juga banyak kalangan.

“Kesalahan ucap tersebut sangat manusiawi dan tidak mengurangi maksud yang terkandung dalam doa beliau. Hanya Allah Maha mengetahui isi hati setiap hamba-Nya yang berdoa dan menjawab sesuai dengan maksud permohonannya,” tutur Zainut. 

Zainut meminta semua pihak dapat mengembangkan sikap husnudzan atau berbaik sangka serta pemahaman yang baik terhadap hal-hal yang berhubungan dengan masalah ritual keagamaan seperti doa. Tujuannya untuk menghindari terjadinya lagi kesalahpahaman, polemik, dan politisasi agama yang menjurus kepada SARA.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement