REPUBLIKA.CO.ID, HODEIDAH – Masih jelas di ingatan publik Agustus 2017 lalu, ketika seorang ayah menutup wajah anaknya yang telah kaku dengan selimut biru. Bocah berusia tiga tahun itu harus berpulang dalam keadaan lapar di unit gawat darurat Rumah Sakit Pusat di Hodeidah, Yaman. Kejadian itu direkam dalam liputan Nawal Al Maghafi, koresponden BBC di Yaman.
Dokter Abdullah Alzuhayri mengajak Nawal bertemu keluarga Tala, bocah tiga tahun yang berpulang itu. Sistem imunitas Tala sudah tidak lagi berfungsi. Kolera dan malnutrisi yang menyerang membuat anak itu harus dirawat secara intensif. Sayangnya, saat itu tidak ada lagi kamar yang tersedia karena jumlah pasien di Rumah Sakit Pusat Hodeidah membludak.
“Kita melihat semakin banyaknya kasus malnutrisi. Saat ini, bukan hanya keluarga pra-sejahtera saja yang membawa anak mereka ke sini (rumah sakit), tetapi juga keluarga-keluarga dari golongan menengah ke atas,” kata Abdullah Alzuhayri.
Bertambahnya jumlah pasien malnutrisi di Rumah Sakit Pusat Hodeidah menjadi sebuah gambaran keprihatinan tentang dampak konflik di Yaman. Kejadian memprihantinkan juga terjadi ketika listrik di rumah sakit itu tiba-tiba padam. Berhentinya arus listrik berarti juga menonaktifkan sejumlah peralatan medis seperti tabung oksigen, inkubator, dan alat kemoterapi.
Konflik yang berkepanjangan memang membuat sejumlah kota di Yaman tidak lagi berfungsi dengan baik, beberapa di antaranya Sana’a dan Hodeidah. Kota tempat pelabuhan terbesar di Yaman itu sempat diblokade hingga menghambat sejumlah impor tidak bisa masuk ke Yaman. Akibatnya, jumlah ketersediaan bahan makanan menurun drastis.
“Saya tidak dapat memerpcayai apa yang saya lihat. Anak-anak meninggal karena perang di depan mata saya sendiri. Untuk membantu Yaman, kita bukan hanya membutuhkan materi tetapi juga akses. Itu penting,” kata David Beasley Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia pada CNN, Kamis (6/12).
Ia juga mengungkapkan, kelaparan yang melanda anak-anak di Yaman membuat setiap anak meninggal dalam 10-12 menit. “Untuk membuat anak-anak hidup dalam kedamaian, kita membutuhkan materi, kita membutuhkan akses, tetapi yang paling penting kita ingin perang berakhir,” ucap David.
Wabah kelaparan dan malnutrisi sebagai dampak perang di Yaman memang telah menjadi kekhawatiran warga dunia. Kepedulian dari berbagai penjuru negara pun muncul, salah satunya Indonesia. Menyampaikan amanah bangsa Indonesia, pertengahan November lalu Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah mendistribusikan ratusan paket pangan di Kota Sana'a dan Kota Ibb, di mana pengungsi internal dari Hodeidah dan wilayah lainnya berada.
Selain memberikan pasokan pangan dan air bersih, ACT juga membuka unit kesehatan Qa’a Alerah, Bani Al Harits, Sana’a sebagai bentuk upaya meredam malnutrisi anak-anak Yaman. Program itu mulai dijalankan Senin (3/12) lalu dan akan berjalan selama setengah tahun ke depan.
Di klinik kesehatan Qa’a Alerah, anak-anak menjalani pemeriksaan status gizi hingga diberikan suplemen dan makanan penunjang. “Insyaallah ACT akan mendukung kesedian vitamin. Lebih lanjut, kita akan usahakan program reguler terkait penangan malnutrisi di Yaman,” kata Rudi Purnomo dari Tim Sympathy of Solidarity (SOS) untuk Yaman I - Aksi Cepat Tanggap (ACT).