Ahad 18 Nov 2018 05:31 WIB

Akhir Kisah Si Namrud yang Angkuh di Tangan Nyamuk

Namrud meninggal akibat perkara sepele.

Nyamuk. Ilustrasi
Foto:
Nyamuk. Ilustrasi

Reaksi ingkar Namrud pun sudah dapat dibaca dengan baik oleh Ibrahim. Ia pun bergegas mengutarakan argumentasi berikutnya tentang keberadaan Allah sebagai Tuhan semesta alam.

Ibrahim menyatakan bahwa Tuhan yang ia sembah mampu mendatangkan matahari dari ufuk timur lalu menenggelamkannya di belahan bumi bagian barat. “Bisakah engkau wahai Namrud melakukan itu?” katanya mendebat Namrud.

Kisah itu terekam jelas dalam surah al-Baqarah ayat 258, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, ‘Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,’ orang itu berkata, ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur maka terbitkanlah dia dari barat,’ lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Sang Diktator pun tak bisa berkutik dan kehabisan akal untuk kembali menyanggah pernyataan Ibrahim. Ia terdiam seribu bahasa. Merasa kalah, ia lantas memerintahkan untuk mengambil makanan yang telah diambil Ibrahim. Sosok bergelrar khalilullah itu pun diusir dan lantas kembali tanpa merasakan kelezatan hidangan sang aja.

Ibrahim pulang ke rumah dengan tangan hampa di tengah perjalanan ia pun mengambil sekantong pasir lembut dan berdoa agar Allah memberikan rezeki kepada keluarganya. Sesampainya di rumah, Ibrahim beristirahat, perbekalan yang ia bawa, termasuk pasir dalam kantongnya ia taruh di sampingnya begitu saja.

Sewaktu tidur itulah, istrinya membuka perbekalannya dan ia mendapati ragam menu makanan yang nikmat. Ketika Ibrahim bangun, istrinya bertanya dari manakah suaminya itu mendapat makanan lezat begitu banyaknya. Ibrahim sadar, Allah telah memberikan rezeki kepada segenap keluarganya.

Kisah Namrud, tak terhenti pada kegelisahannya. Allah mengutus seorang malaikat untuk menemui Namrud dan mengajaknya beriman. Sekali, dua kali, ajakan tersebut ditolak. “Memangnya ada tuhan selain aku,” kata Namrud sesumbar.

Di kali yang ketiga, ajakan malaikat itu pun mendapat respons tak sedap. Akhirnya, malaikat meminta agar Namrud mengumpulkan sejumlah warganya di pelataran istana. Permintaan itu dikabulkan.

Pada hari yang telah ditentukan Allah mengirim ribuan nyamuk atau sejenis serangga ganas menyerang mereka yang telah berkumpul di sana. Serangga itu memakan habis mereka dan hanya menyisakan tulang belulang.  Si malaikat masih berdiri tegak, tak tersentuh serangan mematikan serangga-serangga itu.

Namrud mencoba meloloskan diri dan sembunyi di ruang khususnya. Serangga-serangga itu mengejar. Di persembunyiannya, ia berusaha mengusir nyamuk itu sekuat tenaga dengan memukul-mukulkan papan ke kepalanya.

Kondisi itu bertahan hingga 400 tahun lamanya. Ia pun meninggal dalam kondisi mengenaskan, bukan karena serangan tombak atau hujaman anak panah, melainkan sang diktator itu tewas akibat serangga kecil.

Kisah ini mengisyaratkan tentang kebesaran Tuhan. Allah berkuasa membalas keangkuhan manusia yang congkak dan menumbangkannya dengan perkara sepele, seperti kisah makar dan konspirasi Abrahah dengan pasukan gajahnya yang hendak menghancurkan Ka'bah.

Kedigdayaan pasukan gajahnya ditumpulkan dengan pasukan kecil berupa gerombolan burung ababil ataupun kisah tentang kematian Fir'aun yang mengaku tuhan. Penguasa Mesir itu meninggal tenggelam di Laut Merah.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement