REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tewasnya dua tentara penjajah Israel di Rafah pada Ahad (19/10/2025) lalu menjadi dalih militer zionis untuk kembali melakukan serangan udara ke Jalur Gaza. Lebih dari empat puluh warga sipil syahid akibat serangan tersebut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pun menyalahkan Hamas yang dituding telah membunuh dua tentara tersebut dengan penembak jitu dan ranjau darat. Palestine Chronicle melaporkan, Gedung Putih dan Pentagon mengetahui "insiden keamanan" di Rafah bukan dilakukan oleh Hamas. Mengutip laporan jurnalistik dan laman Drop Site News, dua tentara itu tewas akibat persenjataan yang belum meledak.
Jurnalis Ryan Grim mengutip sumber di pemerintahan mengatakan, pemerintah AS mengetahui insiden itu disebabkan oleh buldoser pemukim Israel yang melindas persenjataan yang belum meledak. Laporan itu pun bertentangan dengan klaim Netanyahu bahwa Hamas telah muncul dari terowongan.
Setelah insiden tersebut, tentara Israel melancarkan gelombang serangan artileri dan udara di Rafah, yang diklaim menargetkan beberapa lokasi terkait dengan kelompok bersenjata. Serangan itu menewaskan puluhan warga Palestina.
Grim melaporkan, Netanyahu kemudian memblokir semua bantuan yang masuk ke Gaza sebagai respons atas dua laporan itu. Penjahat perang tersebut melancarkan kampanye pengeboman. Pemerintah AS menyampaikan kepada Israel bahwa mereka tahu apa yang terjadi.
Netanyahu kemudian mengumumkan akan membuka kembali penyeberangan dalam beberapa jam. Grim juga mengutip jurnalis Palestina Younis Tirawi yang mengatakan insiden di Rafah bukanlah serangan Hamas, melainkan buldoser yang dioperasikan oleh perusahaan pemukim yang melindas semacam alat peledak atau persenjataan yang belum meledak.
