REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ACT Aceh berinisiatif memberikan layanan siap santap kepada pengungsi Rohingya yang ada di Kabupaten Bireuen, Aceh. Berdasarkan hasil diskusi ACT Aceh dengan relawan pengelola pengungsi untuk Rohingya, Taruna Siaga Bencana (Tagana), dan unsur pendukung lainnya, diketahui pihak pengelola pengungsi Rohingya di Kabupaten Bireuen mulai kesulitan dalam menyediakan bahan pangan bagi para pengungsi.
"Anggaran dari pemkab (pemerintah kabupaten) setempat mulai terbatas. Saat ini pemkab masih melakukan diskusi dengan pemerintah provinsi," ujar Ketua Program ACT Aceh, Laila Khalidah, dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Kamis (25/10).
Tragedi kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya di Myanmar mulai terjadi 2017 lalu. Mengungsi ke berbagai belahan dunia lainnya menjadi cara mereka untuk bertahan hidup. Aceh menjadi salah satu wilayah tempat penampungan mereka.
Setengah tahun sudah hari-hari dilalui pengungsi asal Rohingya di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Cot Gapu, sejak tiba di Pantai Kuala Raja, Kabupaten Bireuen, Aceh, April (20/4) silam. Kini, bertempat di Gedung SKB Cot Gapu, 100 paket pangan siap santap diberikan kepada para pengungsi. "Aksi layanan siap santap ini ditargetkan bisa bantu menyuplai konsumsi pengungsi selama satu bulan ke depan. Selanjutnya, ditargetkan 250 paket makan per hari," lanjut Laila.
Pemberian makanan siap santap hari itu berlangsung tertib dan teratur. Laila melaporkan, layanan hari itu juga akan berlanjut untuk makan siang dan makan malam.
Kepala suku pengungsi Rohingya di Bireuen, Rafiq, dan sejumlah pengungsi wanita nyaris tidak percaya bahwa mereka akan mendapat layanan siap santap selama satu bulan ke depan. Hal itu diungkapkan kepada Relawan Distribusi Layanan Makanan untuk Rohingya, Nurul Daba.
"Nurul, hari ini makan (dari) ACT? Pagi, siang, malam?” tanya Rafiq pada Nurul dengan khas logat Rohingya. Nurul pun menjelaskan pada Rafiq dan sejumlah pengungsi bahwa mereka akan mendapat makanan layanan siap santap sebulan ke depan.
Hal ini bukan yang pertama, ACT Aceh dan Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Bireuen sudah beberapa kali mendampingi para pengungsi Rohingya sejak pertama kali kedatangan mereka. Kala itu, bantuan yang diberikan ACT Aceh dan MRI Bireuen pertama kali berupa perlengkapan sanitasi serta pelajaran bahasa Indonesia dasar.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi (UNHCR) menyebutkan ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri dari persekusi yang menimpa mereka di Myanmar pada akhir 2017 lalu. Lebih dari 723 ribu di antaranya mengungsi ke Bangladesh.
Para pengungsi Rohingya melewati hari-hari yang tidak mudah di lautan, menyusuri hutan, atau pun pegunungan dalam mencapai negara tujuan untuk mengungsi. Sementara itu, PBB melaporkan bahwa yang terjadi pada etnis Rohingya setahun lalu adalah sebuah tindakan genosida.