REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Aji Setiawan
Musibah datang silih berganti di berbagai daerah di negeri kita. Masih teringat tsunami Aceh dan gempa bumi Padang. Yang ter baru, belum selesai bencana gempa bumi di Lombok, muncul lagi gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah, yang membawa korban jiwa maupun harta benda yang tak terkira.
Tidak ada yang lebih patut untuk dilakukan selain menjadikan semua kejadian alam ini sebagai bahan untuk mengevaluasi diri dalam hubungan dengan Sang Pencipta dan dengan sesama manusia.
Bagi mereka yang telah atau se dang mengalami keadaan tersebut, ju ga bagi siapa saja yang tidak ingin me ngalaminya, tak ada jalan lain ke cuali segera bertobat, memohon am punan dan perlindungan kepada Allah SWT karena Dia-lah yang menentukan se ga la kejadian dan peristiwa di dunia ini.
Tobat, menurut Syekh Nawawi al- Bantani dalam kitab Tanqih al-Qaul al Hadits, adalah berpaling dari sesuatu yang tercela menurut syara' kepada sesuatu yang terpuji karena mengetahui bahwa dosa-dosa dan maksiat adalah sesuatu yang membinasakan dan menjauhkan diri dari Allah dan surga-Nya, sedangkan meninggalkannya akan mendekatkan diri kepada Allah dan surga-Nya. Rasulullah SAW bersabda, "Penyesalan adalah tobat, dan orang yang bertobat dari dosa bagaikan orang yang tidak memiliki dosa." (HR ath-Thabarani dan Abu Nu'aim dari Ibnu Sa'id al-Anshari).
Hadis lain yang diriwayatkan Bai haqi dan Ibnu Asakir menyebutkan, orang yang memohon ampun dari do sa tetapi tetap saja melakukan per buat an dosa itu seperti orang yang mengejek tuhannya. Tobat, menurut al-Hasan RA, memiliki empat penyangga. Pertama, memohon ampun dengan lisan. Ke dua, menyesal di dalam hati. Ketiga, meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa dengan anggota-anggota tubuh. Keempat, bertekad di dalam hati untuk tidak mengulangi.
Para ulama juga menjelaskan, tobatnya orang-orang awam adalah bertobat dari dosa-dosa. Tobatnya orang-orang khowash (orang-orang khusus) adalah bertobat dari kelalaian hati. Kemudian, tobatnya khawashul khawash (orang-orang yang sangat khusus) adalah bertobat dari mengingat sesuatu selain Allah SWT. "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orangorang yang menyucikan diri." (QS al- Baqarah: 222). Dalam Alquran surah al-Muzzammil ayat 20, "Dan me mo hon ampunlah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengam pun lagi Maha Penyayang."
Rasulullah SAW juga menjelaskan, "Tidak ada sesuatu yang lebih Allah sukai dibandingkan seorang pemuda yang bertobat, dan tidak ada sesuatu yang lebih Allah murkai daripada seorang tua yang masih terus mela ku kan perbuatan maksiatnya." (HR Abu al-Muzhaffar dari Salman al-Farisi).
Karena pentingnya tobat dan memohon ampun, Nabi Muhammad SAW, selain menyuruh umatnya untuk bertobat, juga melakukannya sebagai contoh bagi umatnya. Beliau menya takan, "Bertobatlah kalian kepada Allah. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Nya setiap hari seratus kali." (HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Jika Rasulullah saja yang tidak memiliki dosa senantiasa demikian, bagaimana dengan kita yang setiap hari tak pernah luput dari dosa? Berapa kalikah kita harus bertobat setiap hari? Yang jelas, makin banyak beristighfar tentu makin baik. Nabi juga berpesan agar kita tidak putus asa dalam bertobat. Bertobat dan memohon ampun juga memu dah kan rezeki, sebagaimana disebutkan dalam hadis, "Banyak memohon ampun dapat menarik (mendatangkan rezeki)."
Dalam Alquran, Allah SWT ber fir man, "Mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Pe ngam pun. Niscaya Dia akan mengi rim kan kepadamu hujan dengan lebat dan memperbanyakkan harta dan anakanakmu, dan mengadakan un tuk mu kebun-kebun dan mengadakan pula di dalamnya untukmu sungai-sungai." (QS Nuh: 10-12). Dengan menundukkan hati, mari kita berdoa kepada Allah SWT, (Allohumma Ya Kafiyal bala ikfinal bala qobla nuzulihii minas samai, ya Allah). "Ya Allah, wahai Zat Yang mampu menolak segala bencana, peliharalah kami dari segala bencana sebelum ia turun dari langit, ya Allah."n