Rabu 03 Oct 2018 08:00 WIB

Sugen Threen: Mimpi yang Berbuah Hidayah

Ia pernah menjadi debt collector dan selalu minta doa dari kiai.

Mualaf
Foto:

Perihal keputusannya untuk memeluk Islam, dengan cepat diketahui oleh orang-orang terdekat Sugen. Ibunya langsung memanggilnya. ''Kamu pindah agama seperti pakai baju aja, tidak bilang-bilang dan didiskusikan dulu dengan keluarga,'' ujar sang ibu kala itu.

Setelah berdiskusi, ibunya memutuskan kembali ke Islam. Ia pun bersyukur. Ia berhasil mengembalikan ibunya ke jalan yang benar. Anak-anaknya pun mengikuti jejaknya. Ia berharap, anggota keluarganya yang lain segera menyusul.

Kabar keislamannya makin meluas. Tetangga, teman, rekan kerja, pun banyak yang tahu. Di sinilah ujian bertubi-tubi datang menghantam. Atasannya--seorang pemeluk Hindu--langsung memanggilnya. Tak ada angin atau hujan, ia diberi cuti oleh perusahaannya selama sebulan.

Awalnya, ia menganggap cuti ini sebagai perhatian perusahaan pada dirinya. Tepat menjelang Ramadhan. Ia anggap, cuti itu sebagai hadiah agar makin khusyuk menjalankan puasa.

Selepas cuti pertama, ia masuk kantor. Lagi-lagi, perusahaan memberikan tambahan cuti baginya. Sebulan lagi. Kembali 'hadiah' ini ia ambil. Namun, di sinilah mulai munculnya ujian yang sesungguhnya.

Ketika tengah menjalani masa cuti kedua kalinya ini, datang surat dari kantor. Isinya meminta Sugen untuk mengembalikan fasilitas kantor berupa mobil dinas. Ia juga di-nonjob-kan. ''Saat itu rasanya saya seperti dihantam gemuruh besar,'' ujarnya sambil berusaha menahan air mata yang sore itu tak kuasa ia bendung. Yang bisa ia lakukan kemudian hanya pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan shalat.

Keesokan harinya, ia masuk ke kantor untuk menyelesaikan segala urusan administrasi dan pekerjaan kantor yang belum sempat ia selesaikan. Ia juga mendatangi kantor pusat untuk melapor. Saat datang ke kantor pusat ini, beruntung pemilik perusahaan tempatnya bekerja memanggilnya. ''Berkat beliau juga pihak kantor mau membayarkan gaji saya pada saat cuti selama dua bulan.''

Setelah resmi keluar dari pekerjaannya, Sugen menafkahi keluarga besarnya hanya dengan gaji yang terakhir dan menjual beberapa aset yang ia miliki saat itu, seperti mobil. Hidup sebagai pengangguran sempat ia jalani selama dua tahun. Meski dalam kondisi terpuruk pun, ia tidak pernah melupakan Allah SWT. ''Hari-hari saya isi dengan belajar ngaji dan memperdalam Islam,'' ungkapnya.

Namun, di balik ujian ini, pasti ada hikmah. Melalui tangan seorang hamba-Nya, Allah SWT memberinya kesempatan untuk menjejakkan kaki di tanah suci. Salah seorang kenalannya yang bernama Sofyan Leimena, bersedia membiayainya untuk umrah. Saat itu, baru delapan bulan ia menjadi seorang Muslim dan tengah menganggur.

Karunia Allah SWT kemudian menghampirinya lagi pada Agustus 2007. Saat itu, akhirnya ia bisa mendapatkan pekerjaan, meski secara serabutan. Kemudian, pada Oktober 2007, ia mendapatkan panggilan wawancara dari sebuah perusahaan swasta. Ia pun diterima bekerja, dan hingga saat ini, ia masih bekerja di perusahaan tersebut.

Kemurahan hati sang pemilik perusahaan tempatnya bekerja saat ini, juga telah membawanya bisa menunaikan rukun Islam terakhir, naik haji. Pada musim haji tahun lalu, atas sebagian biaya dari kantor, ia berangkat ke tanah suci.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement