REPUBLIKA.CO.ID, LAGOS -- Nigeria memberikan penghormatan terhadap pemikir Muslim paling terkenal di Afrika Sheikh Adam Abdullahi el-Ilory. Nigeria menggelar kegiatan selama sepekan memperingati 100 tahun el-Ilory yang dimulai pada Senin di ibu kota Lagos.
El-Ilory merupakan seorang penulis Muslim Arab yang karyanya banyak diterbitkan dan merupakan pendiri sekolah terkemuka di negara itu, Markaz. Ia lahir pada 1917 dan meninggal pada 1992. Acara ini diselenggarakan pada 2018 karena alasan logistik.
El-Ilory juga merupakan seorang kritikus sosial yang tak kenal takut. Ia terutama terkenal karena penguasaannya atas eksegesisi (suatu penjelasan eksposisi dan interpretasi Alkitab), sejarah dan filosofi Alquran. Dia juga seorang alumni Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir.
"Bukan kebetulan Syekh el-Ilory datang hampir tepat 100 tahun setelah kepergian Syeikh Uthman Bin Fodio. Mereka berdua berbagi banyak kesamaan dan mereka meninggalkan warisan pemikiran dan pendidikan Islam," kata Sa'ad Abubakar III, Sultan Sokoto di Nigeria utara dan kepala dari sekitar 100 juta penduduk Muslim Nigeria, dilansir di Anadolu Agency, Selasa (17/4).
Bin Fodio adalah seorang reformis Muslim. Ia mendedikasikan beberapa risalah. Abubakar memimpin acara seabad tersebut, yang juga dihadiri presiden senat negara itu Abubakar Saraki, sejumlah gubernur dan beberapa anggota parlemen negara bagian dan federal.
Dalam kesempatan tersebut, Abubakar mengatakan pembangunan dan sains dimulai dari umat Muslim. Menurutnya, inilah warisan yang diwarisi dan dikembangkan oleh almarhum Syeikh el-Ilory.
"Tetapi dimanakah umat Muslim hari ini? Kita perlu mengevaluasi kembali diri kita dan menelusuri kembali langkah kita. Dunia tidak menunggu kita. Kita harus melakukan segalanya untuk mempromosikan warisan pengetahuan," kata Abubakar.
Kepala alumni Markaz, Yusuf Jumah mengumumkan proposal untuk mendirikan universitas guna menghormati pemikir Muslim tersebut dan menyerukan kepada otoritas Nigeria dan komunitas bisnis untuk berkontribusi terhadap rencana pembangunan tersebut. Ia mengatakan, aspirasi mereka adalah untuk mempertahankan warisan para pemikir Muslim dan membawanya ke tingkat berikutnya.
"Kami bercita-cita mempromosikan beasiswa dan penelitian, dan membangun lebih banyak infrastruktur untuk mengakomodasi lebih banyak siswa, meningkatkan pencapaiannya menjadi lembaga tersier dengan para dosen dari mana-mana, khususnya Universitas Azhar," kata Jumah.