REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggapan bahwa Imam al-Bukhari menolak sama sekali hadis-hadis lemah seperti disampaikan olal-Kautsari dan al-Qasimi, faktanya tidak sepenuhnya benar. Syekh Abd al-Fattah Abu Ghaddah menegaskan di kitab Zhafr al-Amani, memang Bukhari ketat menyeleksi hadis dalam kumpulan hadis-hadis shahihnya. Tetapi, di kesempatan yang lain dia juga meriwayatkan hadis-hadis lemah seperti yang terabadikan dalam al-Adab al-Mufrad.
Sedangkan, di kalangan para ahli fikih, mereka bermufakat, hadis dhaif juga bisa dianggap sebagai rujukan berdalil selama tidak bersinggungan dengan halal dan haram. Di mazhab Hanafi, seperti penegasan al-Kamal bin al-Hammam dalam Fath al-Qadir. Hadis dhaif dan bukan yang palsu (maudhu')berlaku untuk keutamaan amal.
Sedangkan, di mazhab Maliki, as-Shawi melalui Hasyiyah 'ala as-Syarh as-Shaghirmenegaskan, soal keutamaan amal dan adab, berdasarkan metode mazhab yang dicetuskan Imam Malik, tidak hanya mengacu pada hadis-hadis yang shahih, tetapi juga merujuk pada hadis lemah dan pernyataan generasi salaf.
Demikian pula menurut mazhab Syafi'i. Dalam mukadimah kitab al-Majmu', Imam an-Nawawi mengatakan, ada tiga klasifikasi hadis dari kualitas jejaring periwayatan (sanad) dan redaksionalnya (matan) yakni shahih, hasan, dan lemah. Kedua kategori hadis yang awal boleh dirujuk terkait hukum dan akidah. Sedangkan, kategori yang terakhir, yakni lemah, tidak boleh dipakai menyoal hukum dan akidah. Tetapi, boleh digunakan menyangkut keutamaan amal ataupun kisah.
Menurut mazhab Hanbali juga demikian. Ibnu Muflih dalam kitab alAdab menegaskan fakta bahwa Ahmad bin Hanbali, seperti halnya mayoritas ulama, menoleransi hadis-hadis lemah selama berkaitan dengan keutamaan amal. Bukan halal dan haram ataupun akidah.
Namun, riwayat lain dari Ahmad bin Hanbal menyatakan, hadis lemah itu tidak boleh digunakan, baik terkait keutamaan amal ataupun amalan sunah (mustahabbat). Sebab itu, penggagas mazhab Hanbali itu berpendapat shalat tasbih tidak disunahkan karena lemahnya hadis yang dijadikan rujukan.
(Baca dulu: Bolehkah Merujuk Hadis Lemah Dhaif)