Senin 29 Jan 2018 11:25 WIB

Awal Masa Cemerlang Dinasti Mughal

Agra, menjadi mercusuar peradaban Islam di India.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Hammam Mughal
Foto: flickr.com
Hammam Mughal

REPUBLIKA.CO.ID, Sejak kemenangannya dalam Perang Panipat Kedua pada 1556, Sultan Akbar me ngawali masa kejayaan Kesultanan Mughal, baik secara militer, ekonomi, maupun budaya. Panipat merupakan sebuah kota yang letaknya begitu strategis di Hindustan tengah (kini Haryana, India).

Dalam pertempuran ini, Jenderal Bairam Khan berhasil memukul mundur laskar militer penguasa terakhir Kerajaan Sur, Adil Shah. Sultan Akbar saat itu masih berusia 14 tahun.

Karena itu, dia tidak bisa langsung mengendalikan pemerintahan. Bairam Khan tampil sebagai pemimpin de facto, terutama setelah berhasil merebut kota-kota penting, seperti Agra, Delhi, Gwalior, dan Jaunpur, dari Kerajaan Sur.

Namun, prahara di lingkaran istana Mughal menyebabkan jenderal ini harus menyingkir. Setelah kematiannya pada 1561, ibu angkat Sultan Akbar mengendalikan pemerintahan sampai anaknya itu cukup umur untuk tampil memimpin.

Sejak 1570, Sultan Akbar berhasil merangkul hampir seluruh rajput Hindu serta kaum Kristen dan Muslim di India. Dia juga memperkenalkan sistem birokrasi yang lebih menghargai kemampuan individual, alih-alih identitas suku dan agama.

Sebagai contoh, banyak penasihat kerajaan yang berasal dari kalangan Hindu serta non-Muslim lainnya. Kebijakannya di tengah rakyat pun sarat nilai toleransi dan kebinekaan. Misalnya, pihak-pihak yang berperkara akan diadili sesuai dengan kitab suci agama mereka. Dengan cara demikian, Kesultanan Mughal dapat menjaga stabilitas politik dan sosial.

Namun, pendekatan yang dijalankan Sultan Akbar cukup kontroversial. Sejumlah kalangan Muslim bahkan menudingnya sebagai pendukung sinkretisme, meskipun hal ini masih dapat diperdebatkan.

Di Fatehpur Sikri, misalnya, penguasa Mughal ini pada 1575 mendirikan bangunan sentra agama-agama yang fungsinya meliputi umat Islam, Hindu, Kristen, dan Majusi sekaligus.

Bahkan, sejak 1582, dia memaklumkan dirinya sebagai pemimpin spiritual, Din-i-Illahi.

Sultan Akbar mewariskan dominasi Islam di Anak Benua India. Dalam masa kekuasaannya, luas wilayah Kesultanan Mughal bertambah tiga kali lipat dari semula.Semasa hidupnya, dia membangun banyak infrastruktur publik. Ribuan madrasah dibangun untuk anak-anak Muslim maupun non-Muslim.

Pusat-pusat kerajaan di Agra, Fatehpur Sikri, dan Delhi menjadi mercusuar peradaban Islam.

Selain itu, kebudayaan India memang telah mengembangkan suatu peradaban yang gemilang, dengan penemuan- penemuan saintifik yang memukau. Sekiranya, inilah yang juga menarik minat para sarjana dari lintas agama serta alim ulama untuk hijrah ke Kesultanan Mughal. Di antara bidang yang menjadi fokus mereka adalah matematika, geografi, astronomi, dan sejarah.

Sultan Akbar menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan ilmu pengeta huan. Dia memerintahkan pembangunan banyak perpustakaan di kota-kota seluruh wilayah kekuasaannya.

Bahkan, di Fatehpur Sikri, misalnya, sebuah perpustakaan besar dibangun khusus bagi perempuan.Perpustakaan pribadinya menyimpan 24 ribu buku dari banyak bahasa, antara lain, Urdu, Sanskerta, Persia, Yunani, Latin, dan Arab.

Dia juga mengimbau para sarjana yang di gaji negara untuk menerjemahkan banyak teks dari Sansekerta, Portugis, dan lain-lain ke dalam Persia, bahasa resmi kesultanan. Di antaranya adalah epos Mahabharata dan Ramayana. Tidak jarang, Sultan Akbar sendiri terlibat dalam aktivitas penerjemahan ini.

 

(Baca: Awal Sejarah Berdirinya Imperium Mughal)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement