Jumat 22 Dec 2017 00:31 WIB

Masjid Kali Pasir, Nadi Islam di Pesisir Cisadane

Rep: Singgih Wiryono/ Red: Agus Yulianto
Sungai Cisadane, Kota Tangerang (Ilustrasi)
Foto: Republika/Ronggo Astungkoro
Sungai Cisadane, Kota Tangerang (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Masjid Kali Pasir, menjadi saksi sejarah peradaban Islam di Kota Benteng (julukan Kota Tangerang). Masjid tua yang didirikan 1576 Masehi ini memiliki sejarah peradaban Islam bermula di pesisir Sungai Cisadane. Berawal dari petilasan, itu yang dikatakan mantan ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Kali Pasir, Ahmad Sjahrodji.

Tempat bertapa dari seorang ulama keturunan kerajaan ini zaman Maulana Hasanudin, melakukan kunjungan fisik, kerajaan dari bogor, yakni kerajaan Padjajaran yang memiliki pengaruh kuat dalam penyebaran islam di Jawa Barat. "Ini adalah Patilasan. Patilasan itu adalah tempat bertapa dari seorang ulama, bernama Ki Engger Jati, mereka adalah orang-orang dari keluarga besar kerajaan galu kawalih," ujar dia saat ditemui Republika.co.id,  Kamis (21/12).

Pria berusia 68 tahun ini menceritakan bagaimana Kali Pasir menjadi sentral penyebaran Islam di tanah Tangerang. Cisadane, yang dulunya adalah sarana transportasi dari arah Bogor ke bagian utara Jawa Barat memberikan sumbangsih penyebaran Islam yang berasal dari Padjajaran.

Masjid Kali Pasir berawal dari tempat persinggahan ulama-ulama terdahulu utusan kerajaan Padjajaran untuk menyebarkan Islam di wilayah kerajaan. Sebagai tempat bertapa, menapak tilas pembangunan Kali Pasir, masjid yang berdampingan dengan kelenteng tertua di Tangerang, Boen Tek Bio mulai berbentuk bangunan, seperti tempat singgah atau bale bambu saat didirikan oleh Arya Sepuh yang semasa dengan Maulana Hasanudin, atau lebih dikenal dengan Kiai Tobari.

"Awalnya ini patilasan, sederhana, setelah 1608, Pangeran Kuripan baru memperbaiki patilasan ini dengan tanah yang berwarna hitam, dan tiang pancang dari pohon kelapa, atap daun kelapa," ujar Ahmad.

Pendiri-pendiri Masjid Kali Pasir, kata dia merupakan pimpinan-pimpinan Kota Tangerang pada masa itu. Temanggung, kata dia, salah satunya adalah Temanggung Paku Wijaya yang memperbesar bangunan masjid Kali Pasir pada 1671.

Masih terlihat, empat tiang utama bangunan masjid dengan bahan kayu masih terpancang rapi. Sedikit banyak, ada bekas rayap memakan kayu tua yang menyangga ruangan utama masjid Kali Pasir. Keempat kayu berwarna hitam tersebut kini diberikan kerangka besi di bagian luar bercat kuning emas. "Itu besi untuk menjaga-jaga kalau kayu keropos," ujar dia.

Seiring waktu, Kota Tangerang terus berganti kepemimpinan, hal tersebut juga tercatat dalam sejarah pembangunan Masjid Kali Pasir di Kota Tangerang, hingga di tahun 1904, dibangunnya menara untuk Masjid Kali Pasir yang juga ditandai dengan berakhirnya gelar Aria dalam kepemimpinan Raden Aria Idar Dilaga di Kota Tangerang.

Masjid tertua di Kota Tangerang tersebut berdampingan hampir 400 tahun bersama dengan Kelenteng Boen Tek Bio kini menjadi salah satu cagar budaya yang dimiliki oleh Kota Tangerang. Menjadi tempat penyebaran Islam pertama di Kota Tangerang, Masjid Kali Pasir sayangnya kini tidak digunakan untuk ibadah Shalat Jumat.

Masjid yang kini terletak di jalan Raya Merdeka No 1 Sukajadi, Kota Tangerang sekarang hanya difungsikan sebagai tempat ibadah Shalat lima waktu untuk warga sekitar. Sesekali, kata Ahmad, akan diadakan pengajian, biasanya untuk memperingati maulid nabi Muhammad SAW, dan beberapa hari besar umat islam lainnya. "Kajian rutin, sebulan sekali mungkin, biasanya maulid, isra' miraj," ungkap dia.

Masjid Kali Pasir, juga menjadi saksi sejarah kerukunan dari etnis Tionghoa dan umat Islam yang hidup berdampingan. Selama berabad-abad, Kelenteng, dan Masjid yang berdekatan tersebut tak pernah memiliki singgungan. Bukti kerukunan antarumat beragama yang terpelihara hingga ratusan abad. "Masjid ini pernah digunakan tempat dapur umum juga sama orang keturunan cina di sini," kata Ahmad.

Tak hanya pada masa kedudukan Belanda sebagai pemerintah, etnis Cina yang diterima di kampung Sukajadi tempat Boen Tek Bio dan Masjid Kali Pasir. Pascakerusuhan 1998 juga, begitu banyak etnis Tionghoa yang berlindung ke Tangerang, salah satunya di Kampung Sukajadi.

Tak jauh dari lokasi Pasar Lama, Masjid Kali Pasir juga pernah tersentuh pengaruh dari pedagang Arab dan Cina dari arsitekturnya. Menara yang dibangun di tahun 1906 terlihat lebih mirip pagoda dengan arsitektur Cina. Sedangkan garis lengkung yang dibuat di pintu-pintu masjid kali pasir lebih tercorak pada kubah-kubah arsitektur pengaruh timur tengah.

Bagian dalam dari masjid, kata Ahmad, sudah banyak yang berubah dari Masjid Kali Pasir, terutama dinding yang saat ini secara menyeluruh sudah dilapisi marmer berwarna putih. Tapi tidak dengan tiga hal, yang pertama adalah posisi garis shaf yang dibuat miring dari dahulu.

Ahmad mengatakan, bukan karena pergeseran atau lainnya, melainkan posisi masjid yang memang dibuat demikian karena menghindari penggusuran rumah warga saat pembangunan awal masjid tersebut. Kemudian kubah yang bercorak atap keraton atau atap sebuah kerajaan yang lancip di bagian tengah. Ketiga adalah keempat tiang kayu balok berwarna hitam di halaman utama.

"Dulunya ini juga dipakai shalat jumat, tapi semenjak ada masjid Agung, Pemkot Tangerang mengimbau agar shalat Jumat di sana," kata dia.

Menjadi nadi penyebaran Islam di pesisir Cisadane, masjid yang sarat akan sejarah tersebut menjadi cagar budaya pemkot Tangerang dan menyimpan cerita kerukunan antar umat beragama yang diayomi mayoritas Muslim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement