REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arsitektur Masjid Kali Pasir tersentuh pengaruh dari pedagang Arab dan Cina. Menara yang dibangun di tahun 1906 terlihat lebih mirip pagoda dengan arsitektur Cina.
Sedangkan, garis lengkung yang dibuat di pintu-pintu masjid lebih tercorak pada kubah-kubah timur tengah. mantan ketua Dewan Kemak muran Masjid (DKM) Kali Pasir, Ahmad Sjahrodji, mengatakan, bagian dalam masjid sudah banyak yang berubah, terutama dinding yang saat ini secara menyeluruh sudah dilapisi marmer berwarna putih.
Namun, ada tiga hal yang tak pernah berubah, yakni posisi garis shaf yang dibuat miring sedari masjid dibangun. Menurut Ahmad, posisi masjid memang dibuat miring untuk menghindari penggusuran rumah warga saat awal pembangunan.
Kemudian, kubah yang bercorak atap keraton atau atap sebuah kerajaan yang lancip di bagian tengah tak pernah diubah. Lalu, keempat tiang kayu balok berwarna hitam di ruang utama masjid.
Dahulunya, masjid tersebut menjadi pusat peribadatan masyarakat sekitar, termasuk shalat Jumat. Saat ini, Masjid Kali Pasir hanya difungsikan sebagai tempat shalat lima waktu.
Shalat Jumat tidak lagi dilaksanakan setelah Masjid Agung Al Mujahiddin dibagun oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang. "Semenjak ada Masjid Agung, Pemkab Tangerang mengimbau agar shalat Jumat di sana," kata dia.
Meski begitu, Masjid Kali Pasir masih sering menggelar beberapa acara keagamaan, seperti pengajian untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan beberapa hari besar umat Islam lainnya.
"Kajian rutin, sebulan se kali mungkin. Biasanya maulid, Isra Mi'raj," kata dia.
Menjadi nadi penyebaran Islam di pesisir Cisadane, masjid yang sarat akan sejarah tersebut kini menjadi cagar budaya Kota Tangerang.
(Baca: Masjid Kali Pasir Simbol Keharmonisan Antaragama di Tangerang)
(Baca Juga: Sejarah Pembangunan Masjid Kali Pasir)