REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aset tanah wakaf di Indonesia sangat besar, sebanyak 435.768 bidang tanah, dengan luas keseluruhan 435.944 hektare. Sebagian tanah wakaf yang dulu berada di pinggiran dan tidak ada nilainya, kini sudah menjadi aset yang strategis dan bernilai tinggi.
Pertumbuhan wilayah membuat tanah-tanah wakaf mempunyai potensi bisnis yang tinggi sehingga menarik minat berbagai pihak. Potensi ini perlu dikelola sedemikian rupa sehingga aset wakaf bisa bermanfaat maksimal bagi kesejahteraan masyarakat dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Potensi yang demikian, sayangnya masih belum tergarap dengan optimal oleh para nazhir wakaf di berbagai wilayah di Indonesia. Pada saat yang sama, ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan celah hukum untuk mengambil alih aset tanah wakaf secara melawan hukum dan syariat.
Nihilnya dokumen legalitas wakaf, kurang kompetennya SDM nazhir, terlantarnya aset wakaf, dan lemahnya pengawasan masyarakat menjadi beberapa sebab terjadinya penyerobotan aset tanah wakaf di berbagai daerah di Indonesia.
Dalam upaya mengamankan aset-aset wakaf dan memproduktifkan aset-aset wakaf yang masih menganggur agar bernilai dan bermanfaat secara ekonomis, BWI mengadakan Rapat Koordinasi Nasional dengan Perwakilan BWI Provinsi se-Indonesia dan stakeholder terkait pada tanggal 5 sampai dengan 7 September 2017 di Hotel Aryaduta, Jakarta.
Dalam Rakornas ini para pihak yang berpotensi terlibat dalam persengketaan wakaf, seperti Kepolisian, Mahkamah Agung, Kementerian Agama, dan Badan Pertanahan Nasional, akan diundang untuk menyampaikan pengayaan wacana dan kebijakan dalam pengamanan aset wakaf.
Selanjutnya, untuk memproduktifkan aset-aset wakaf agar berdampak nyata pada kesejahteraan masyarakat dan bernilai ekonomis, BWI mengundang para praktisi dan nazhir wakaf yang sudah memiliki pengalaman mengelola wakaf produktif. Untuk membangun budaya wakaf uang di masyarakat, beberapa Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang juga diundang untuk ikut berbagi pengalaman.
Menurut Wakil Sekretaris BWI sekaligus Ketua Panitia, Badriyah Fayumi, Rakornas ini dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas BWI Perwakilan, menguatkan jejaring perwakafan nasional, dan menyamakan persepsi antara BWI dan lembaga/kementerian lain dalam menghadapi berbagai permasalahan wakaf serta merancang kebijakan perwakafan agar terintegrasi dan responsif terhadap tantangan dan dinamika yang ada. Rakornas juga akan menyepakati pilot-pilot project wakaf produktif di setiap provinsi.
Rakornas ini, jelas Badriyah, mengundang narasumber Menteri Agama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ BPN, Kepala Mahkamah Agung, Kepala Polri, Ketua Komisi VIII DPR RI, Direktur Zakat dan Wakaf Kemenag, dan Direktur Rumah Susun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dompet Dhuafa, dan BNI Syariah. Di setiap sesi ada pengurus BWI yang menyampaikan tema terkait dalam perspektif BWI.
“Tujuan besarnya, agar wakaf ke depan semakin baik dan semakin berperan sebagai kekuatan ekonomi nasional. Dan itu hanya bisa terwujud bila aset-aset wakaf secara hukum terlindungi dengan baik dan para nazir memiliki kompetensi memadai untuk mengelola aset2 wakaf yang ada agar bisa produktif." ujar Badriyah.