REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah, menegaskan, halal bi halal yang dilaksanakan umat Islam bukan menjadi sesuatu yang bid'ah atau tidak boleh dilaksanakan.
Ketua MUI Kota Palu Prof Zainal Abidin mengemukakan, Jumat, halal bihalal hanyalah media untuk menyatukan masyarakat. "Kalau ada yang katakan bahwa halal bihalal tidak ada di zaman nabi, memang iya tidak ada dari segi nama, tapi dari sisi substansi ada di zaman nabi dan dilakukan oleh nabi," ungkap Prof Zainal Abidin.
Ia menganggap keliru sebahagian orang Islam berpaham tertentu yang menyalahkan umat Islam lainnya ketika menggelar halal bi halal. "Begitulah jika tidak memahami sesuatu anjuran secara utuh. Keliru bila menyalahkan sekelompok orang yang menggelar acara halal bihalal," tegasnya.
Ia menguraikan substansi dari halal bihalal yaitu menjalin dan memperbaiki hubungan sesama manusia, antaragama dan sesama Islam. Hal itu, jelas dia, sejalan dengan perintah Alquran serta sunnah nabi yang di yakini umat Islam.
"Silaturahmi itu keharusan dan memang nabi menyuruh kita untuk saling maaf memaafkan serta menjalin hubungan silaturahmi. Lantas kenapa dikatakan salah dan berdosa serta kafir bagi yang melaksanakan halal bihalal," kata Zainal dalam nada tanya.
Rektor IAIN Palu itu mengatakan, halal bi halal hanya ada di Indonesia, digagas oleh Pendiri Nahdlatul Ulama Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah. Hal bihalal pertama kali dilaksanakan di Istana Negara pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno.
Baca juga, Ini Kata Komisi Fatwa MUI Soal Halal Bihalal.