Selasa 13 Jun 2017 05:19 WIB

William Pickard: Alquran Kebenaran Kekal yang Membuatku Bahagia

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi).
Foto:
Sketsa tenggelamnya kapal Inggris Lusitania kapal selam Jerman di lepas pantai selatan Irlandia, 7 Mei 1915 saat Perang Dunia I.

Suasana suka cita di Uganda yang dirasakan Pickard tak berlangsung lama. Perang Dunia I meletus. Dia kembali pulang ke Eropa dan terjatuh sakit. Setelah pulih, Pickard memilih mendaftar masuk tentara Angkatan Darat, tapi pendaftaran tersebut ditolak.

Untuk mengurangi kekecewaan, dia mendaftar di Yeomanry. "Entah bagaimana, saya dapat lolos dari pemeriksaan dokter dan bergabung dengan para relawan sebagai seorang polisi," ujar dia.

Sebagai polisi, dia pernah bekerja untuk Prancis di Front Barat. Pickard pernah ikut bertempur dalam Perang Somme 1917. Ketika perang tersebut, dia terluka dan menjadi tawanan perang. Setelah dibebaskan, dia melakukan perjalanan melalui Belgia menuju Jerman.

Untuk menyembuhkan sakitnya, selama di Jerman dia memilih tinggal di rumah sakit. Di sinilah, dia menyaksikan kepedihan para korban perang. Dia melihat orang Rusia yang mengalami wabah disentri. Pickard sendiri tak kalah sulitnya, selain luka akibat perang, dia tak luput dari derita kelaparan.

Dia dikirim ke Swiss untuk dirawat di rumah sakit dan dioperasi. "Saya ingat ketika di Swiss adalah jalan saya mengenal Alquran," kata dia. Sebelum tiba di Swiss, Pickard pernah menulis salinan Alquran di Jerman.

Dia berharap, salinan itu dikirim kepadanya, kelak. Setelah beberapa tahun, dia baru mengetahui salinan Alquran telah dikirim, tetapi tidak pernah sampai kepadanya.

Setelah melakukan perawatan dan operasi lengan dan kakinya, kesehatannya berangsur-angsur pulih. Dia dapat pergi keluar sekadar melihat sekeliling.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement