Kamis 08 Jun 2017 23:31 WIB

Majelis Impian

Saepuloh, Tim Dai TIDIM LDNU bersama majelis pengajian di Makau.
Foto: Dok. Pribadi
Saepuloh, Tim Dai TIDIM LDNU bersama majelis pengajian di Makau.

Oleh: Saepuloh

REPUBLIKA.CO.ID, MAKAU -- Pada Pukul 22.30 waktu Makau, saya sudah di tunggu di bundaran dekat pasar tradisional. Malam ini saya akan memimpin tarawih di kediaman Mbak Yuli.

Saat naik lift terlihat angka 26 yang menandakan lantai tertingginya. Apartemen ini kelihatan mewah dan luas. Masuk ke dalam langsung Isya berjamaah dan dilanjutkan dengan tarawih dan witir.

Malam itu saya membuka percakapan tentang impian, "siapa yang sudah punya impian selama 3 tahun ke depan?" lontar saya. Hanya dua orang dan orang ketiga yang mengacung agak ragu.

Saya sudah prediksi, mengapa sampai ada yang lama sekali para imigran ini betah merantau. Mereka meninggalkan sanak famili, melewatkan kebersamaan dan masa pertumbuhan anak tercinta. Tak jarang banyak pula yang retak hubungan rumah tangganya selama menjadi tulang punggung di negeri orang.

Untuk mencapai impian amat ditekankan sebuah tekad, keyakinan, dan harapan. Dalam istilah agama kita mengenal niat. "Segala amal perbuatan tergantung niatnya, dan seseorang mendapatkan sesuatu berdasarkan niatnya" begitu kira-kira sabda Nabi SAW. Bahkan dalam sebuah hadis Qudsi Allah berfirman: "Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku".

Setiap orang idealnya memiliki impian dan dambaan meraih kesuksesan, namun tak setiap impian itu memiliki orientasi yang sesuai fitrah manusia. Misalnya impian yang hanya cenderung pada hal yang bersifat material dan mengabaikan spiritual, bahkan menafikan situasi sosial, ini karena paradigma berfikir yang hanya materialistis dan hedonis.

"Kalau perlu buat daftar impian" itu pesan yang saya sampaikan di lantai 12 tersebut.

Dalam istilah Alquran kata sukses bisa diwakili kata al-falah'atau al-fauz yang menyiratkan satu kesatuan kesuksesan baik dunia maupun akhirat. Aspek tauhid harus tetap menjadi landasan, sehingga dalam menempuhnya tidak lagi memisahkan antara aktifitas dunia dan aktifitas akhirat. Karena ia ibarat satu koin dengan dua wajah.

Karena itu tidak tepat ungkapan "bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup kekal dan bekerja pula untuk akhiratmu seakan-akan engkau wafat esok", karena dengan aktifitas dunia bisa kita peroleh akhirat (al-Qashas: 77). Bukankah kita juga dianjurkan untuk senantiasa memulai dengan asma Allah dalam segala aktifitas, dan bahkan berikrar bahwa shalatku, ibadah (murni)-ku, hidupku, matiku hanya untuk Allah Tuhan seluruh alam (al-An'am: 162).

"Jangan hanya andalkan akal matematis, dengan menghitung gaji perbulan sekian dalam beberapa tahun sekian" ujar saya. Dalam konteks kebaikan kita punya banyak jalan, salah satunya dengan sedekah, ia mengundang banyak kebaikan dan tidak akan mengurangi harta, namun untuk sampai ke sini kita perlu iman.

Sambil terlihat gedung-gedung tinggi dari balik jendela, saya meminta didoakan agar diberikan kesehatan lahir batin dan umur yang panjang, di sela akhir ada salah satu jamaah berkata "5 tahun lagi kita ketemu lagi ya ustadz", "Aamiin" rupanya sudah mulai memiliki jangkauan pandang hingga beberapa tahun ke depan. Alhamdulillah. "oh iya jangan lupa like fans page Tidim-Ldnu ya" saya mengingatkan.

*Dai TIDIM LDNU

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement