Kamis 11 May 2017 21:31 WIB

Fritjhof Schuon, Filsuf yang Bersyahadat

Rep: Dia/Berbagai Sumber/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi).
Foto:

Dengan intelektual, manusia mengetahui bahwa realitas dapat dibagi menjadi dua: absolut dan relatif, riil dan ilusi, yang harus dan mungkin, yang esoteris dan eksoteris. Menurut Schuon, agama-agama bertemu pada level yang esoteris, bukan eksoteris.

Schuon menjelaskan, eksoteris adalah aspek eksternal, formal, hukum, dogmatis, ritual, etika, dan moral sebuah agama. Eksoteris berada sepenuhnya di dalam maya, kosmos yang tercipta.

Dalam pandangan eksoteris, Tuhan dipersepsikan sebagai Pencipta dan Pembuat Hukum, bukan Tuhan sebagai esensi karena eksoterisme berada di dalam maya, yang relatif dalam hubungannya dengan Atma. Pandangan eksoteris bermakna pandangan yang eksklusif, absolut, dan total, sekalipun dari sudut pandang intelektual adalah relatif.

Pandangan eksoteris, menurutnya, bukan saja benar dan sah, bahkan juga keharusan mutlak bagi keselamatan individu. Bagaimanapun, kebenaran eksoteris adalah relatif.  Inti dari eksoteris adalah ‘kepercayaan’ kepada huruf—sebuah dogma esklusifistik (formalistik)—dan kepatuhan terhadap hukum ritual dan moral. Selain itu, eksoterisme tidak pernah akan melampaui individu. Eksoterisme bukan muncul dari esoterisme, namun muncul dari Tuhan. 

Schuon menyadari jika masing-masing form agama meyakini bahwa sesuatu form itu lebih hebat dibanding dengan form yang lain. Pemikiran seperti itu, lanjut Schuon, sangat wajar. Perpindahan agama terjadi justru karena adanya superioritas sebuah form terhadap yang lain. Bagaimanapun, superioritas tersebut sebenarnya relatif.

Sementara itu, esoteris adalah aspek metafisis dan dimensi internal agama. Tanpa esoterisme, agama akan teredusir menjadi sekedar aspek-aspek eksternal dan dogmatis-formalistik. Esoterisme dan eksoterisme saling melengkapi. Esoteris bagaikan ‘hati’ dan eksoteris bagaikan ‘badan’ agama.

Schuon menambahkan, titik temu agama bukan berada pada level eksoteris. Sekalipun agama hidup di dalam dunia bentuk (a world of forms), namun ia bersumber dari Esensi yang Tak Berbentuk (The Formless Essence). Agama memiliki dimensi esoteris yang berada di atas dimensi eksoteris. Titik temu antaragama hanya ada pada level esoteris.

Melalui esoterisme, manusia akan menemukan dirinya yang benar. Pandangan esoteris akan menolak ego manusia dan menggantinya dengan ego yang diwarnai dengan nilai-nilai ketuhanan. Esoterisme menembus simbol-simbol eksoterisme. Sekalipun terkait secara inheren kepada eksoterisme, esoterisme independen dari aspek eksternal, bentuk, formal agama. Independensi tersebut karena esensi dari esoterisme adalah kebenaran total. Kebenaran yang tidak terbatas dan tidak teredusir kepada eksoterisme yang memiliki keterbatasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement