REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta mengimbau agar semua pihak tidak melakukan politisasi agama menghadapi Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua.
Imbauan ini menyikapi merebaknya kabar penolakan shalat terhadap jenazah Hindun binti Raisman pada Selasa (7/3), nenek 78 tahun, warga Karet Setiabudi, Jakarta Selatan.
Sekretaris Umum MUI DKI Jakarta, KH Zulfa Mustofa mengatakan politisasi agama itu misalnya larangan menshalati jenazah pendukung pasangan calon (paslon) tertentu atau sebaliknya menjadikan isu tersebut sebagai alat serang kubu paslon lain agar mendapatkan citra intoleran dan meraih simpati.
“Cara semacam ini sungguh tak bermartabat,” kata dia saat berbincang dengan Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (11/3).
Dia meminta semua pihak menghargai perbedaan dan menyikapinya secara dewasa. Pilkada DKI satu sisi harus diakui bisa memicu kerawanan jika tidak dikelola dengan baik oleh berbagai pihak.
Semua berkewajiban menjaga ketenangan, baik umat Islam maupun umat lain. Tidak boleh ada provokasi. Tindakan emosional biasanya diawali dengan provokasi. Dalam pertemuan antara MUI DKI Jakarta dan pemerintah daerah, muncul kesepakatan agar semua pihak menjaga kondisivitas ibu kota.
Dia berharap spanduk-spanduk pelarangan jenazah pendukung Paslon tertentu sudah tidak terpasang lagi. “Jadi ya kalau semua bisa menahan diri insya Allah kerawanan itu sendiri bisa dihindari,” ujar dia.