Kamis 26 Jan 2017 09:24 WIB

Islamofobia, Bahasa NKRI: Indonesia Bukan Arab?

Gambar Sunan Pakubuwono X mengunjungi Kampung Luar Batang tahun 1920-an.
Foto:
Orang Arab di Nusantara

Nah, bila usulan KH Abdul Kahar Moezakir yang ingin agar semua aturan konstitusi yang menyebut atau terkait dengan istilah ajaran Islam (dikenal dengan menyebut kata Arab) dihapuskan maka tentu saja aturan konsitusi menjadi ‘majal’. Sebab, kata-kata itu menjadi kunci dalam konstitusi, bahkan Pancasila.

Mengapa demikian? Jawabnya, bila di dalam konstitusi itu nantinya tidak ada kata-kata seperti ‘adil’, ‘adab’, ‘rakyat’, ‘hikmah’, ‘musyawarah’, ‘wakil’, maka aturan yang ada pasti menjadi lucu hingga aneh bin ajaib.  Fakta itu jelas menyodorkan bukti nyata bagaimanapun –bahkan mau tidak mau – nilai Islam yang diambil dari kata berbahasa Arab itu mempunyai posisi penting dan mendasar dalam kazanah bangsa dan bahasa Indonesia.

Dalam soal keberadaan bahasa Arab dalam bahasa Indonesia ada komentar yang bernas dari Guru Besar Falsafah dan Agama Univeristas Paramadina, Prof DR Abdul Hadi WM. Menurut dia, pengaruh pemikiran Islam dan bahasa Arab sudah terjadi di Indonesia (Nusantara) semenjak zaman dahulu kala.

Pada abad ke-16 dan 17 M kata-kata Arab yang diserap ke dalam bahasa Melayu (asal-usul bahasa Indonesia sekarang) mencapai lebih 3.000 kata. Ini bisa dicek dalam kitab-kitab dan syair karangan Hamzah Fansuri, Bukhari al-Jauhari, Syamsudin Sumatrani, Nuruddin al-Rani, Abdul Rauf Singkili --semua itu penulis Melayu dari Aceh Darussalam,’’ kata Abdul Hadi yang juga penyair dan pelopor puisi Islami di Indonesia. Pengaruh bahasa Arab ini, lanjutnya,  kemudian merasuk dalam bahasa Jawa.

“Sedangkan dalam bahasa Jawa, kata Arab yang telah diserap mungkin sudah mencapai lebih dari 1.000 kata-kata. Lihat teks-teks karangan Yasadipura I dan II, Serat Centini, Serat Menak, suluk-suluk Sunan Bonang, Sununan Gunungjati, Sunan Kalijaga, dan lain-lain. Dari bahasa Melayu dan Jawa kata-kata itu kemudian diserap pula ke dalam bahasa Sunda, Madura, Sasak dan lain-lain,’’ kata Abdul Hadi.

Akhirul kalam, apakah anda bisa  bayangkan bisa kosa kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab dihapus, misalnya diganti dengan bahasa Melayu Tionghoa, seperti dalam cerpen Kwee Tek Hoay?

Jawabnya memang bisa sebab bahasa juga merupakan salah satu bagian ekspresi dari kekuasaan. Tapi ya itu, efeknya bagi konstitusi aturan bernegara menjadi sunya makna, kehilangan marwah, dan tanpa himmah…!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement