REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kitab yang berjudul lengkap al-Badr at-Thali' bi Mahasin Man Ba'd al-Qarn as-Sabi' ini, asy-Syaukani yang lahir pada 1173 H di Sanaa Yaman menjelaskan latar belakang penulisan kitabnya tersebut.
Seperti yang termaktub di mukadimah, ia berpendapat, sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah SAW dalam sabdanya, bahwa tiap generasi seratus tahun akan muncul para pembaru yang menjaga dan mereformasi pemahaman agama.
Kententuan tersebut, menurut analisis sosok yang pernah didaulat sebagai mufti Yaman itu, tentu juga berlaku pada masanya. Ada banyak tokoh ulama yang memegang tongkat estafet reformasi keagamaan, seperti yang dimaksud oleh Rasulullah. Bahkan, menurut dia, secara kualitas juga tak bisa dipandang sebelah mata.
Tak sedikit ulama dari generasi muta'akhirin atau mereka yang hidup setelah masa generasi salaf diberikan keahlian dan wawasan yang mungkin belum dikuasai oleh generasi terdahulu. Ini upaya membuktikan generasi belakangan (muta'akhirin) juga diberikan keutamaan oleh Allah SWT, tulisnya.
Asy-Syaukani yang juga populer lewat karya Nail al-Auwthar ini menjelaskan, secara garis besar para tokoh tersebut sebenarnya adalah guru tempat dia menimba ilmu atau para syekh yang pernah mengambil riwayat darinya, baik secara bertatap muka ataupun sekadar korespondensi (mukatabah). Ada juga teman seperjuangan asy-Syaukani yang sama-sama belajar ataupun tokoh-tokoh yang memang hidup pada masa itu.