REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pondok pesantren dinilai memiliki tantangan tak sedikit dalam melahirkan ulama berkualitas. Salah satu tantangan terbesar adalah perkembangan dunia yang sangat pesat. Termasuk dengan adanya era keterbukaan dan kemudahaan memperoleh informasi.
Menurut Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Muhammad Siddik, secara umum tantangan terbesar pesantren adalah pengaruh aspek keduniawian, materialistik, dan hedonis dari perkembangan zaman saat ini.
Ma'had Aly yang dimiliki pesantren harus mampu membentengi diri dan menjaga jarak dari pengaruh-pengaruh tersebut. Selain itu, penting pula aspek ketekunan pimpinan atau kiai pengasuh Pondok Pesantren maupun Ma'had Aly tersebut. Terlebih, tidak seperti lembaga formal, pendidikan di Pondok Pesantren berjalan selama 24 jam penuh.
Begitu pula, aspek keteladanan yang diberikan oleh pemimpin atau pengasuh pondok pesantren tersebut. ''Itu ada selalu kiai yang menunggui santrinya siang dan malam, dan dia memberikan contoh yang baik, seperti contoh nilai-nilai keulamaan dan menuntut ilmu dalam kekhususan seperti di Ma'had Aly,'' ujar Siddik saat dihubungi Republika belum lama ini.
Selain itu, dari aspek ruhaniah, perlu ada pembersihan jiwa atau tazkiatun nafs yang dilakukan para pengasuh dan santri-santri calon ulama tersebut. Hal ini, menurut Siddik, tentu akan membuat upaya menuntut ilmu menjadi suatu upaya yang diberkahi Allah SWT. Siddik pun memberi contoh, agar para pengasuh Ponpes dan santri meninggalkan hal-hal yang sia-sia dan makruh.
Lebih lanjut, Siddik menjelaskan, pada masa saat ini, tuntutan terhadap ulama memang cukup besar. Terlebih untuk memahami kondisi masyarakat pada saat ini. Untuk itu, diperlukan pendidikan khusus kepada para calon-calon ulama, yang belajar di Ma'had Aly. Tidak hanya paham ilmu agama sesuai dengan kekhususan masing-masing, tapi ulama juga diharapkan bisa mengerti kondisi zaman ini.
''Harus paham pesatnya teknologi, memiliki komunikasi yang baik. Jadi, dalam pelatihan itu harus diberikan kesempatan menulis, mengartikulasikan, dan harus melakukan pembicaraan secara baik dan dapat berargumen secara ilmiah,'' kata Siddik.
Secara personal, ujar Siddik, para calon ulama tersebut juga harus melakukan tazkiatun nafs dan mengamalkan ilmu-ilmu yang telah didapatkan. Selama belajar di Ma'had Aly, mereka juga diharapkan meninggalkan hal-hal yang sia-sia dan banyak berdiskusi serta melakukan kajian sesuai bidang kekhususan ilmu agama masing-masing. Hal ini pun harus didukung oleh kebijakan dan kurikulum dari lembaga pendidikan tersebut.
''Mereka juga harus bisa menjaga diri. Itu tantangan yang mereka hadapi. Jadi, secara sadar dan sungguh-sungguh, santri bisa hijrah tidak hanya fisik, tapi juga mental dan spiritual. Terutama dari lingkungan yang tidak kondusif untuk ulama dan pendidikan ulama,'' kata dia.