Selasa 13 Dec 2016 19:50 WIB

Tafsir At Tanwir Jawab Dua Tantangan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Umat islam menunjukkan tafsir Alquran at-Tanwir saat peluncuran tafsir Alquran at-Tanwir di Kantor Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (13/12).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Umat islam menunjukkan tafsir Alquran at-Tanwir saat peluncuran tafsir Alquran at-Tanwir di Kantor Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Ahmad Najib Burhani, menyampaikan, peluncuran Tafsir At Tanwir oleh PP Muhammadiyah ini memiliki beberapa makna penting. Dalam kaitannya dengan penerbitan itu sendiri, maka peluncuran tafsir ini mendukung gerakan literasi dan gerakan “Muhammadiyah Menulis”.

Penerbitan Tafsir At Tanwir menjawab dua tantangan sekaligus. Pertama, memberikan sebuah pemahaman yang lebih utuh dan tematik tentang ayat-ayat Alquran. Sehingga ayat-ayat tersebut tidak dibaca sepotong-sepotong dan umat tidak hanya disodori kutipan instan melalui media sosial.

Kedua, penerbitan ini memberikan jawaban terhadap tantangan yang diberikan oleh beberapa pengamat asing yang meminta kader-kader Muhammadiyah tidak hanya menerbitkan kumpulan tulisan-tulisan pendek. Tafsir At Tanwir bisa disebut sebagai monograf atau tulisan utuh, bukan kumpulan tulisan pendek.

Dari segi penulisannya, Tafsir At Tanwir merupakan model baru dari kitab tafsir. Biasanya, kitab tafsir itu ditulis oleh individu, misalnya oleh Buya Hamka, Quraish Shihab, dan Muhammad Abduh. Tafsir At-Tanwir dikerjakan secara kolektif oleh Tim Tafsir Muhammadiyah dan ditulis secara tematik. Ini memberikan pemahaman yang lebih kompleks dan mendalam tentang persoalan yang dibahas dengan memadukan berbagai pengetahuan yang dimiliki oleh tim mufassir.

Dalam konteks ideologi Muhammadiyah, pembaca Tafsir At Tanwir akan bisa memahami seperti apa pemahaman keagamaan yang dipegang oleh Muhammadiyah. Tafisr ini berpijak kepada perspektif keagamaan Muhammadiyah yang hibrid dan menolak cara berpikir yang ekstrim, baik ekstrem liberal maupun ekstrem radikal.

Muhammadiyah adalah organisasi yang terbuka kepada mereka yang berasal dari berbagai latar belakang, baik yang salafy, modernis, tradisionalis, maupun liberal. Namun di dalam Muhammadiyah, semua pemahaman itu harus berdialog. Inilah yang membentuk pemahaman hibrida di organisasi ini.

''Tafsir At Tanwir adalah refleksi dari pemahaman aktivis Muhammadiyah dari beragam latar belakang itu yang kemudian menyatu dengan semangat Muhammadiyah yang berkemajuan. Karena itulah, kitab tafsir ini akan menjadi pegangan dalam proses pengkaderan di Muhammadiyah dan menjadi standar dalam menjalankan pemahaman kemuhammadiyahan,'' tutur Najib.

Berkaitan dengan sistem organisasi Muhammadiyah, penerbitan Tafsir At Tanwir ini adalah pelaksanaan atau implementasi dari amanah organisasi sejak 2010. Proses penulisan Tafisr ini memakan waktu yang cukup lama. Namun Najib bersyukur, akhirnya tafsir ini terwujud juga. Amanah untuk mengokohkan ideologj Muhammadiyah dengan menerbitkan kitab tafsir yang akan menjadi pegangan bagi kader dan simpatisan Muhammadiyah akhirnya terlaksana.

Terakhir, dari segi isi atau konten, banyak hal yang menarik yang ditawarkan oleh tafsir ini, yang berbeda dari tafsir-tafsir yang lain. Ia tidak hanya beranjak dari ilmu pengetahuan, tapi juga pengalaman ber-Muhammadiyah dan berpijak pada semangat ke-Indonesiaan.

Makanya, dalam kaitannya dengan kepemimpinan (Al-Baqarah 124), misalnya, tafsir ini meminta agar dalam memilih pemimpin harus didasarkan kepada kemampuan, bukan pada unsur primordial, jangan memilih pemimpin yang zalim meskipun ia berasal dari agama Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement