Jumat 18 Nov 2016 16:08 WIB

Islam Memandang Praktik Nepotisme dalam Kekuasaan

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Fatwa (ilustrasi).
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hadis tersebut merupakan klarifikasi dari Rasulullah bahwa tindakannya memberikan ghanimah yang besar bukan karena kedekatan sebagai sesama Quraisy. Pemberian tersebut lebih kepada strategi dakwah Rasulullah untuk mengambil hati kaum Quraisy yang baru saja memeluk Islam. Tak hanya itu, tudingan nepotisme pun patut diragukan karena sebelumnya Rasulullah mengalami siksaan dan intimidasi luar biasa dari kaum Quraisy semasa di Makkah. Rasulullah pun mengangkat derajat kaum Anshar karena dekat dengan Nabi.

Rasulullah juga sempat menunjukkan sikap penolakannya terhadap praktik nepotisme ketika seorang perempuan bangsawan ditangkap karena mencuri. Saat itu, kaum Quraisy kebingungan saat wanita bangsawan dari kalangannya ketahuan mencuri. Mereka pun meminta Usamah bin Zaid, sebagai pemuda yang disayangi Rasulullah, untuk meminta keringanan hukuman potong tangan yang divonis untuk perempuan tersebut. Nabi SAW pun berkhutbah usai berbicara dengan Usamah.

"Amma ba'du. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah manakala ada orang terpandang (terhormat) dari mereka mencuri, maka hukuman atasnya. Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR Muslim).

Selain secara tersirat, Rasulullah SAW pun secara tersurat melarang praktik nepotisme. Dalam hadis shahih yang diriwayatkan Imam al-Hakim dalam al-Mustadrak dari sahabat Abdullah ibn Abbas, sebagai berikut:"Barang siapa memberikan jabatan kepada seseorang semata-mata karena didasarkan atas pertimbangan keluarga, padahal di antara mereka ada orang yang lebih berhak daripada orang tersebut, maka ia telah berkhianat kepada Allah SWT, Rasulullah, dan orang-orang yang beriman."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement