Selasa 27 Sep 2016 17:23 WIB

Austin Roe, Ingin Menjadi Muslim Tapi tak Tahu Caranya

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi).
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Delapan bulan tinggal bersama sang nenek cukup menyembuhkan sifat pemarah Austin. Masih terngiang dalam benak Austin bagaimana sang nenek dengan lembut memangkunya dan mengisahkan cerita-cerita dalam Injil. Austin sangat merindukan petuah-petuah nenek yang begitu bijak hingga membuatnya giat sekolah dan tak lagi bandel. "Nenek memberitahuku agar berdoa kepada Tuhan setiap kali merasa marah atau kecewa," kenang Austin.

 

Austin kembali ke rumah ibunya. Kegembiraan dan kebahagiaan meliputi hati Austin dan sang ibu. Namun, lagi-lagi, sang ayah mengacau. Melihat Austin telah menjadi anak baik, ia mengambil anaknya kembali. Selama tinggal dengan sang ayah dan ibu tiri, Austin selalu disiksa. Kepalanya sering kali dipukul dengan kayu keras oleh sang ibu tiri. Ayahnya pun sama, sering kali membenturkan kepala Austin ke meja. Rumah ayahnya pun dipenuhi barang-barang haram seperti narkotika, majalah dan film porno, dan sebagainya. Kehidupan itu terus dilalui hingga duduk di bangku kelas empat. "Aku tak tahu apakah ada cara lain untuk hidup. Lupa sudah ajaran nenek untuk berdoa," ujarnya.

 

Singkat cerita, Austin kembali menjadi anak yang pemarah. Bahkan, lebih parah dari sebelumnya, Austin menjadi seorang preman. Ia mencuri, memukul orang, bahkan mengisap narkoba. Saat menjadi pecandu akut, Austin dibuang. Baik sang ayah maupun ibu tak ada yang menginginkannya kembali. Padahal, saat itu Austin masih seorang anak kecil berusia 10 tahun. "Banyak yang tak percaya ada anak 10 tahun yang sedemikian jahat sepertiku. Tapi, itulah aku di masa lalu," kata Austin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement