Senin 19 Sep 2016 13:47 WIB

Jejak Kerajaan Islam Mataram

 Segara Wana dan Syuh Brata
Foto: blogspot.com
Segara Wana dan Syuh Brata

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesultanan Mataram merupakan kerajaan Islam di Pulau Jawa yang berdiri pada 1586 M dan tumbang pada 1755 M. Raja pertama pada kerajaan ini adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan yang masih keturunan dari penguasa Majapahit.

Kerajaan Mataram merupakan sebuah kadipaten di bawah Kesultanan Pajang yang berpusat di Bumi Mentaok sekarang Kota Gede Yogyakarta yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya telah membantu menaklukkan musuh-musuh Kesultanan Pajang.

Kerajaan Islam Mataram mencapai puncak kejayaannya pada zaman Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat.

Sultan Agung yang sangat antikolonialisme itu menyerang VOC di Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629). Sultan Agung memakai konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa Kerajaan Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi, dan tidak terbagi-bagi. Berikut beberapa jejak peninggalan Kerajaan Islam Mataram.

Kitab Sastra Gending

Kitab ini ditulis oleh Sultan Agung setelah melakukan penyerangan ke Batavia. Kitab ini berisi tentang ajaran-ajaran filsafat serta kitab Nitisruti, Nitisastra, dan Astabrata yang bersumber pada Kitab Ramayana. Isi dari keseluruhan kitab ini tentang bagaimana manjadi manusia yang memiliki tabiat baik terhadap seluruh alam semesta.

Selain menulis kitab berisi patung, Sultan Agung juga menulis kitab Ade Allopiloping yang berisi tentang hukum-hukum perniagaan bagi Kerajaan Makassar.

Meriam Segara Wana dan Syuh Brata

Meriam ini merupakan pemberian JP Coen, pemimpin militer pihak Belanda. Meriam ini diberikan sebagai hadiah karena Sultan Agung telah menerima pihak Belanda untuk melakukan perjanjian.

Salah satu perjanjian itu, Belanda meminta Makassar tidak menyerang Batavia sebagai pusat pemerintahnnya dan Belanda juga mengajukan agar diberi akses berdagang di wilayah Makassar, tapi ditolak.

Sekarang meriam Segara Wana dan Syuh Brata dengan poles warna indah ini diletakkan di depan Keraton Surakarta.

Pertapaan Kembang Lampir

Kembang Lampir merupakan petilasan Ki Ageng Pemanahan yang terletak di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Tempat ini merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu karaton Mataram.

Di tempat itu juga ada patung Panembahan Senapati, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Juru Mertani sebagai pendiri Dinasti Mataram Islam. Kembang Lampir berada tidak jauh dari Jalan Raya Panggang-Baron, tepatnya di Padukuhan Blimbing Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement