Selasa 16 Aug 2016 12:00 WIB

KH Hasan Anwar Ulama dan Pejuang

Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur
Foto:
Hasyim Asyari

 REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awalnya, ia merasa prihatin yang mendalam atas banyaknya hinaan dan ejekan yang diterima oleh KH Hasyim Asy’ari. Sebab, hampir setiap saat ulama pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) itu dilempari dengan kotoran manusia. Jalan-jalan di sekitar Pondok Pesantren Tebu Ireng selalu dipenuhi dengan duri.

Atas hal itu, Sarman memberanikan diri memohon izin kepada KH Hasyim Asy’ari untuk menghadapi para perusuh itu. Namun, KH Hasyim Asy’ari tidak mengizinkannya. Ia pun bersabar dan menunggu perintah atau izin dari KH Hasyim.

Apa hendak dikata, saat izin belum juga diberikan, dan kondisi terus genting terjadilah peristiwa yang membuat Sarman marah. Saat malam hari, ia keluar asrama pondok pesantren untuk ke masjid.
Jalan yang akan dilewati oleh KH Hasyim Asy’ari ia bersihkan. Saat itulah sekelompok preman dan perusuh menantang dirinya. Maka, dengan prinsip ‘lawan jangan dicari, dan kalau ketemu musuh maka jangan lari’, ia pun melawan para perusuh itu.
Dalam perkelahian itu, sebanyak 12 orang perusuh tewas ditangannya. KH Hasyim yang kaget mendengar kegaduhan di luar, segera menemui. KH Hasyim mendapati tubuh Sarman bersimbah darah, dan sebanyak 12 orang tergeletak tak bernyawa disekelilingnya.
Sarman tidak terluka. Hanya luka-luka dari perusuh itulah yang membuat tubuhnya berlumuran darah. Sarman menyampaikan bahwa dirinya membela diri, karena sedang membersihkan kotoran manusia dan duri di sepanjang jalan, dan tiba-tiba ia diajak berkelahi dengan para perusuh itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement